Tak hanya itu, Jimly bilang, mahasiswa tersebut juga mengajukan hak ingkar agar hakim yang berpotensi memiliki benturan kepentingan tidak ikut memutus perkara tersebut.
Dengan demikian, Anwar Usman yang saat ini masih menjabat sebagai hakim konstitusi tidak dapat ikut memutuskan perkara tersebut karena memiliki benturan kepentingan.
“Dia minta hakim yang menangani itu hanya 8. Ada kemungkinan, komposisi (hakim) berubah, maka putusannya bisa berubah,” tegas Jimly.
Lebih lanjut, ia juga menambahkan bahwa masih ada kesempatan untuk mengubah aturan main dalam pemilihan presiden 2024. Namun, waktu yang tersisa sedikit.
Sebab, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menjadwalkan penetapan pasangan capres-cawapres pada 13 November 2023.
“Mahasiswa itu sudah mengajukan, itu sudah diregistrasi, sudah disidang, tapi baru sidang pendahuluan, masih banyak (prosedur). Tidak mungkin (terkejar),” jelasnya.
Sebagai informasi, Brahma Aryana mengajukan gugatan uji materi terkait batas usia capres-cawapres. Perkara ini terdaftar dengan nomor 141/PPU-XXI/2023.
Ia menyoroti frasa yang ditambahkan MK dari putusan pada perkara nomor 90/XXI/2023 bahwa seseorang yang sudah pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk kepala daerah, dapat mendaftar sebagai capres-cawapres.
Baca Juga: MK Jadwalkan Sidang Gugatan Usia Capres-Cawapres Hari Ini, Berikut Alasan Pemohon Menggugat
Menurutnya, hal putusan itu tidak memiliki kepastian hukum pada tingkat jabatan yang dimaksud dari diksi “pemilihan umum” dan “pemilihan kepala daerah”.
Brahma meminta hanya gubernur yang belum berusia 40 tahun yang bisa mendaftar capres-cawapres. Ia juga meminta agar aturan itu tidak berlaku bagi kepala daerah di bawah level provinsi, seperti kepala daerah kabupaten/kota.
MK sudah menggelar sidang pada Rabu (8/11) kemarin dengan agenda pemeriksaan pendahuluan I.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.