Kompas TV nasional rumah pemilu

Wakil Ketua Komisi II DPR Nilai Putusan MK Terkesan untuk Akomodir Bakal Cawapres Tertentu

Kompas.tv - 17 Oktober 2023, 16:59 WIB
wakil-ketua-komisi-ii-dpr-nilai-putusan-mk-terkesan-untuk-akomodir-bakal-cawapres-tertentu
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin. (Sumber: dpr.go.id)
Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS TV - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengizinkan kepala daerah bisa menjadi capres-cawapres, terkesan amat politis. 

Bahkan, dirinya menilai putusan tersebut terkesan untuk mengakomodir salah satu bakal cawapres tertentu. Namun, ia tak menyebutkannnya secara detail. 

Diketahui, MK mengeluarkan keputusan yang membolehkan kepala daerah untuk maju di pesta demokrasi, meski belum berusia 40 tahun. 

Lalu, publik menilai itu sebagai upaya MK untuk meloloskan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai capres-cawapres di Pilpres 2024. 

Baca Juga: PPP Yakin Jokowi Bisa Tenangkan Rakyat Terkait Polemik Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres

"Putusan MK ini terkesan sangat dipaksakan, seperti mencari celah untuk akomodir (bakal) cawapres tertentu. Kepentingan politik terasa lebih kuat ketimbang supremasi hukum," kata Yanuar dalam keterangannya, Selasa (17/10/2023).

"Batas usia minimal 40 tahun sama sekali tidak diatur dalam konstitusi. Bahkan syarat-syarat lain pun bagi capres dan cawapres  tidak ditegaskan dalam konstitusi. Ini artinya, konstitusi menyerahkan semua soal ini kepada pembuat undang-undang, yaitu DPR dan Pemerintah," sambungnya. 

Menurut dia, MK memang tetap mempertahankan usia 40 tahun bagi capres dan cawapres sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu atau UU Pemilu. 

"Namun dengan menambahkan alternatif sebagai norma baru, menjadi jelas, posisi MK bukan lagi penjaga konstitusi, tapi sudah tergelincir dalam kompetisi politik," ujarnya. 

"Ini bentuk kreativitas berpikir yang kebablasan sehingga terkesan dipaksakan. Maka wajar saja tidak semua hakim MK menyetujui bulat putusan ini karena dianggap aneh dan di luar nalar," katanya.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x