JAKARTA, KOMPAS.TV - Hakim Konstitusi Saldi Isra menyebut sebagian hakim Mahkamah Konstitusi (MK) terkesan terlalu bernafsu untuk memutuskan gugatan batas usia capres-cawapres yang diatur dalam pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Saldi Isra termasuk salah satu hakim konstitusi yang menyatakan berbeda pendapat atau dissenting opinion atas dikabulkannya gugatan batas usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa Universitas Negeri Surakarta Almas Tsaqibbirru Re A dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023.
Saldi berpendapat sebagian hakim MK terkesan berpacu dengan tahapan pemilu.
"Di antara sebagian hakim yang tergabung dalam gerbong 'mengabulkan sebagian' tersebut seperti tengah berpacu dengan tahapan pemilu umum presiden dan wakil presiden," ujar Saldi saat membacakan dissenting opinion dalam sidang di gedung MK, Jakarta, Senin (16/10/2023).
Baca Juga: Ucapan Menohok Hakim Saldi Isra Tolak Putusan MK Kabulkan Usia Capres Cawapres di Bawah 40 Tahun
"Sehingga yang bersangkutan terus mendorong dan terkesan terlalu bernafsu untuk cepat-cepat memutus perkara a quo," sambung dia.
Saldi mengungkapkan, ketika dalam proses pembahasan di tingkat rapat permusyawaratan hakim (RPH), terjadi perdebatan yang menyita waktu di antara hakim-hakim konstitusi.
Karena perdebatan inilah, terdapat hakim konstitusi yang mengusulkan supaya pembahasan perkara ini ditunda.
Hakim tersebut juga mengingatkan agar tidak perlu terburu-buru serta perlu dilakukan pematangan kembali dalam memilih amar putusan.
Akan tetapi, kata Saldi, sebagian hakim konstitusi justru tetap dengan keyakinannya atas pilihan amar putusannya.
"Sekalipun RPH ditunda dan berlangsung lebih lama, bagi hakim yang mengusulkan ditunda, hal tersebut tidak akan menunda dan mengganggu tahapan penyelenggaraan pemilihan, in casu tahapan pemilihan umum presiden dan wakil presiden," imbuh dia.
Saldi juga mengaku bingung dengan putusan MK yang mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Pasalnya, menurut dia, awalnya MK sepakat untuk menolak gugatan tersebut.
Baca Juga: Hakim Saldi Isra Singgung Nama Gibran Sampaikan Dissenting Opinion Syarat Pengalaman Kepala Daerah
"Sejak menapakkan kaki sebagai hakim konstitusi di gedung mahkamah ini pada 11 April 2017 atau sekitar enam setengah tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar, mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat," ucap Saldi.
MK, kata dia, memang pernah berubah pendirian. Namun ia menyatakan, perubahan MK tidak pernah terjadi secepat seperti saat ini.
Perubahan itu pun tidak sekadar mengenyampingkan putusan sebelumnya, namun didasarkan pada argumentasi yang sangat kuat setelah mendapatkan fakta-fakta penting yang berubah di tengah-tengah masyarakat.
"Pertanyaannya, fakta penting apa yang telah berubah di tengah masyarakat sehingga mahkamah mengubah pendiriannya dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 dengan amar menolak sehingga berubah menjadi amar mengabulkan dalam putusan a quo?" tanya Saldi.
Seperti diberitakan sebelumnya, MK menerima uji materi yang diajukan Almas Tsaqibbirru Re A. terkait batas usia capres-cawapres dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023.
Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
"Mengadili: 1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. 2 Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 610 yang menyatakan, "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ketua MK Anwar Usman di gedung MK, Senin.
"Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah,'" kata Anwar.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.