JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan.
Karen ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (liquefied natural gas atau LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021, Selasa (20/9/2023).
Ia tiba di KPK sekitar pukul 10.15 WIB. Menjalani pemeriksaan kurang lebih delapan jam Karen keluar dengan rompi oranye tahanan KPK.
Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan penahanan Karen untuk kepentingan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau LNG di PT Pertamina.
Perempuan yang memiliki nama asli Galaila Karen Kardinah ini ditahan selama 20 hari pertama di rumah tahanan negara KPK terhitung mulai Selasa (19/9/2023).
Baca Juga: Profil Karen Agustiawan, Mantan Dirut Pertamina yang Kedua Kalinya Jadi Tersangka Kasus Korupsi
Firli menjelaskan dalam memimpin PT Pertamina periode 2009-2014, tersangka telah mengambil keputusan secara sepihak untuk menjalin kerja sama dengan produsen dan supplier LNG, Corpus Christi Liquefaction (CLL), LLC, Amerika Serikat.
Keputusan kerja sama tersebut tanpa dilakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero.
Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini pemerintah, tidak dilakukan sama sekali.
"Sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu," ujar Firli saat jumpa pers, Selasa (19/9).
Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat tidak terserap di pasar domestik.
Baca Juga: Luhut Ingin Produksi Terminal LNG Bali Diprioritaskan untuk Dalam Negeri, Bukan untuk Diekspor
Akibatnya, kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.
Kondisi oversupply tersebut berdampak nyata. LNG harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina (Persero).
"Perbuatan GKK alias KA (Karen Agustiawan) menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar 140 juta dolar Amerika Serikat yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun," ujar Firli.
Akibat perbuatannya, Karen disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.