Upaya mencegah politik uang dalam pemilu ini, lanjutnya, sesuai dengan Pasal 93 huruf e Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
"Politik uang ini salah satu dari lima kasus terbesar dalam isu kerawanan pemilu," kata dia.
Lolly menyebut, politik uang ini amat berbahaya karena bukan mengenai kontestasi menang atau kalah, melainkan menghancurkan mental warga negara dan menghancurkan mental aktor-aktor negara.
"Karena politik uang ini mengancam, berbahaya, dan menjadi kejahatan maka bahaya politik uang harus tersampaikan kepada masyarakat."
"Bawaslu bergandengan tangan dengan berbagai kelompok kepentingan seperti kepolisian, kejaksaan, pemerintah (pusat dan daerah), dan masyarakat. Semua harus bergabung karena bahaya politik uang hanya bisa ditangani kalau kita kerja bersama-sama," katanya.
Ia menambahkan, politik uang ada yang terjadi sebelum masa kampanye, ada pula sebelum hari pemungutan suara, dan ada politik uang yang dilakukan secara digital.
"Termasuk juga kegiatan sosial yang diwarnai politik luar dan program pemerintah," ujarnya
Berkaca pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2019 dan Pilkada 2020, menurut dia, modus politik uang terbagi dalam beberapa bentuk, yakni memberikan langsung; memberikan barang; dan memberikan janji.
"Modus memberi langsung itu salah satunya berupa pembagian uang, voucher atau uang digital dengan imbalan memilih (kepada salah satu peserta pemilu)," katanya.
Baca Juga: Bawaslu Usut Baliho Capres Ganjar Pranowo yang Dicopot oleh Anggota TNI di Kalteng
Dia pun menyebutkan pelaku yang biasa melakukan politik uang mulai dari kandidat, tim sukses, aparatur sipil negara (ASN), penyelenggara ad hoc, dan simpatisan atau pendukung.
"Pemetaan kerawanan politik uang ini berupaya mengelompokkan kerawanan dalam kategori, modusnya apa, pelakunya siapa, dan wilayahnya dimana?," katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.