JAKARTA, KOMPAS.TV - Wakil Presiden Indonesia yang pertama, Mohammad Hatta, lahir pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Saat lahir dia bernama Mohammad Athar. Berasal dari keluarga ulama, Hatta kecil sudah memperlihatkan kepandaiannya.
Pada usia 13 tahun, misalnya, dia dinyatakan lulus ujian masuk ke HBS (setingkat SMA) di Batavia (kini Jakarta), namun ibunya menginginkan Hatta agar tetap di Padang, mengingat usianya yang masih muda.
Akhirnya Bung Hatta melanjutkan studi ke MULO di Padang, baru kemudian pada tahun 1919 bertolak pergi ke Batavia untuk studi di HBS dan menyelesaikan studinya dengan hasil sangat baik. Dua tahun kemudian, Hatta pergi ke Rotterdam, Belanda, untuk belajar ilmu perdagangan/bisnis di Nederland Handelshogeschool. Di Belanda, ia tinggal selama 11 tahun.
Baca Juga: Jelang Proklamasi Kemerdekaan: Bom Atom Dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki, Bung Hatta Terperanjat
Di Belanda pulalah dia mengenal sejumlah tokoh pergerakan dan wawasan kebangsaan yang mengasah nasionalismenya. Lewat sejumlah organisasi pergerakan yang diikutinya, dia mulai mengkritik pemerintah jajahan Belanda. Saat studi selesai dan pulang ke tanah air, rasa nasionalismenya makin menjadi. Sehingga gerak-geriknya mulai diawasi polisi rahasia.
"Tanggal 20 Juli 1932 aku meninggalkan Rotterdam, pulang ke Indonesia dengan melewati Paris dan Genoa. Dari Genoa aku menumpang kapal Jerman "Saarbrucken" ke Singapura. Di Singapura aku tinggal dua hari di sana. Di situlah aku merasai kembali suasana kolonial. Kemana aku pergi selalu diikuti oleh polisi rahasia," katanya yang dituangkan dalam buku otobiografinya, "Untuk Negeriku, Berjuang dan Dibuang" (Penerbit KOMPAS, 2011).
Di tanah air Hatta mulai menjalin persahatan dengan sejumlah tokoh. Salah satunya Soekarno yang kala itu tinggal di Bandung. Hatta sengaja datang ke Bandung. "Kami pergi ke Astana Anyar, ke rumah Soekarno. Oleh karena ia tidak di rumah, kami tinggalkan pesan kepada seorang anak muda yang kebetulan ada di situ dengan memberikan alamat kami menginap," tutur Hatta.
Baru pada malam harinya sekitar Pukul 21.00, Soekarno mendatangi tempat Hatta menginap. "Dia datang dengan seorang teman, kalau aku tak salah Maskoen. Maka mengobrollah kami berempat di sana sambil minum kopi dan teh," katanya.
Di sanalah Soekarno menceritakan pengalamannya di penjara Sukamiskin. Namun dalam obrolan itu baik Soekarno dan Hatta tidak menyinggung soal Partindo (Partai Indonesia) dan PNI baru (Partai Pendidikan Nasional Indonesia), organisasi yang menjadi alat pergerakan para tokoh itu.
Setelah pertemuan pertama itu, Hatta jadi lebih sering ke Bandung untuk merundingkan soal PNI bersama Soekarno. Mereka ingin merekrut para kader yang disebutnya "tahan uji" dan memberi contoh. Namun jangan memberikan agitasi, tapi utamakan memberikan penerangan dengan menganalisi keadaan yang nyata, kata Hatta.
Baca Juga: Dua Wakil Presiden Paling Ikonik dalam Sejarah Republik: Bung Hatta dan Sri Sultan HB IX
"Organisasi kita, kaum Daulat Rakyat, bernama Pendidikan Nasional Indonesia", kata Hatta.
Mengapa diberi nama pendidikan? "Pendidikan! Bukan atau belum lagi partai. Bukan karena khilaf atau curiga diambil nama "pendidikan", melainkan dengan sengaja," Hatta menjelaskan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.