Menurutnya, pada awalnya penanganan kasus TPPO ditangani oleh sebuah gugus tugas yang dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 22 tahun 2021.
Saat itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) yang diangkat menjadi ketua pelaksana.
“Kemudian kita adakan evaluasi, ternyata gugus tugas itu memang harus direvisi, terutama dari sisi ketua pelaksana, karena memang sebetulnya masalah tindak pidana perdagagan orang ini bobotnya, bobot masalahnya itu lebih ke penegakan hukum dan pidana,” ujarnya.
“Sementara, kalau itu ditangani oleh Menteri PPPA itu sebetulnya berkaitan dengan pencegahan dan penanganan pascakasus, dan terutama lebih lagi itu kalau menyangkut perempuan,” ungkapnya.
Padahal, lanjut Muhadjir, korban dari perdagangan orang ini juga banyak yang laki-laki, sehingga gugus tugas itu dinilai kurang tepat.
“Oleh karena itu kemarin usulan dari kami sudah dirapatkan secara internal dengan Bapak Presiden, dan diputuskan untuk ketua elaksana ini dialihkan dari Menteri PPPA ke Kapolri,” tuturnya.
“Bobot masalahnya lebih ditekankan pada aspek penegakan hukum, terutama dari sisi perkara pidananya,” tambah dia.
Baca Juga: Seorang Pegawai BP2MI Terindikasi Terima Aliran Dana dari Sindikat TPPO
Jika melihat dari sisi masalah penanganan secara sosial, lanjut dia, itu melekat dengan program-program yang lain, terutama di Kementerian Sosial.
Kemudian, dari sisi korban, menurut Muhadjir, penanganannya melekat dengan korban-korban PMI yang lain.
“Sementara korban PMI tidak hanya terjadi akibat perdagangan orang, yang bukan perdagangan orang juga banyak sekali,” tegasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.