JAKARTA, KOMPAS.TV – Putusan banding atau kasasi Mahkamah Agung sering kali menjadi kejutan, karena menyunat atau memotong vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim di pengadilan negeri.
Pernyataan itu disampaikan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Kemanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menjawab pertanyaan tentang kemungkinan adanya operasi bawah tanah kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat di tingkat banding.
Menurut Mahfud, kemungkinan adanya operasi bawah tanah di tingkat pengadilan tinggi atau banding bisa saja terjadi.
“Ya bisa saja, makanya Anda sering-sering berteriak seperti sekarang ini, mari bersama saya,” kata Mahfud dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (15/2/2023).
Menjawab pertanyaan tentang apa yang akan dilakukan oleh Menkopolhukam untuk memastikan pengadilan banding tetap independen, Mahfud mengatakan, akan melakukan yang bisa dilakukan.
Baca Juga: Ayah Ibu Eliezer Menilai Hakim Sudah Sangat Adil Putuskan Vonis untuk Eliezer
“Sejauh yang bisa kita lakukan akan kita lakukan. Itu sebabnya mereka kan hanya memeriksa berkas, tidak memeriksa terdakwa dan sebagainya, dia cuma baca berkas.”
“Kadangkala kita dibuat terkejut, sering kali, putusan begini di pengadilan negeri, tiba-tiba disunat di pengadilan tinggi, disunat lagi di Mahkamah Agung, itu sering terjadi kejutan,” imbuhnya menegaskan.
Oleh sebab itu, lanjut Mahfud, ia mengajak semua pihak untuk terus mengawal kasus ini, dan tidak berhenti sampai di sini.
“Mari kita pelototi terus, jangan berhenti sampai di sini, untuk mendidik masyarakat, bahwa pengadilan itu siapa pun selalu ingin selamat, ada yang ingin menyelamatkan orang, ada yang nyuap, ada yang meneror.”
Mahfud berpendapat, hakim yang menangani kasus ini di pengadilan tingkat pertama mendapat teror berupa rekaman video, yang menarasikan bahwa sedang menelepon seseorang terkait kasus ini.
“Kalau seperti yang hakim ini misalnya, terornya ada ketika video dia beredar, dikatakan menelepon kepada seseorang, yang sesudah dicek ternyata bukan, itu kan bentuk teror,” tuturnya.
Dalam dialog itu, Mahfud menyebut setidaknya ada dua hikmah yang dapat diambil dari kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua.
Pertama, menurut dia, masyarakat semakin mengetahui siapa pihak yang bisa dianggap sebagai justice collaborator dan penentunya.
“Penentunya itu siapa, hakim atau jaksa? Kemarin jaksa bilang, jaksa yang menentukan, ‘Kami sudah memotong 12 (tahun) itu, kalau bukan justice collaborator hukumannya 20 tahun atau seumur hidup’,” kata Mahfud.
Baca Juga: Pakar Hukum: Jika Merujuk Prosedur, JPU Bakal Ajukan Banding atas Vonis 1,5 Tahun Richard Eliezer
“Akhirnya hakim yang menentukan di vonisnya, enggak ada di tuntutan jaksa. Hakim yang menentukan, sampai dua kali menyebut.”
Kedua, lanjut dia, hikmah yang dapat diambil adalah masyarakat jangan takut.
“Kadangkala kan masyarakat kan skeptis gitu, atau pesimis. Mari kita teriak sama-sama. Kalau kita tidak bisa sendirian, ramai-ramai.”
“Masyarakat berteriak, kita yang punya jabatan bekerja menurut posisinya masing-masing,” tuturnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.