Mahfud berpendapat, hakim yang menangani kasus ini di pengadilan tingkat pertama mendapat teror berupa rekaman video, yang menarasikan bahwa sedang menelepon seseorang terkait kasus ini.
“Kalau seperti yang hakim ini misalnya, terornya ada ketika video dia beredar, dikatakan menelepon kepada seseorang, yang sesudah dicek ternyata bukan, itu kan bentuk teror,” tuturnya.
Dalam dialog itu, Mahfud menyebut setidaknya ada dua hikmah yang dapat diambil dari kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua.
Pertama, menurut dia, masyarakat semakin mengetahui siapa pihak yang bisa dianggap sebagai justice collaborator dan penentunya.
“Penentunya itu siapa, hakim atau jaksa? Kemarin jaksa bilang, jaksa yang menentukan, ‘Kami sudah memotong 12 (tahun) itu, kalau bukan justice collaborator hukumannya 20 tahun atau seumur hidup’,” kata Mahfud.
Baca Juga: Pakar Hukum: Jika Merujuk Prosedur, JPU Bakal Ajukan Banding atas Vonis 1,5 Tahun Richard Eliezer
“Akhirnya hakim yang menentukan di vonisnya, enggak ada di tuntutan jaksa. Hakim yang menentukan, sampai dua kali menyebut.”
Kedua, lanjut dia, hikmah yang dapat diambil adalah masyarakat jangan takut.
“Kadangkala kan masyarakat kan skeptis gitu, atau pesimis. Mari kita teriak sama-sama. Kalau kita tidak bisa sendirian, ramai-ramai.”
“Masyarakat berteriak, kita yang punya jabatan bekerja menurut posisinya masing-masing,” tuturnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.