SURABAYA, KOMPAS.TV - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menginginkan muktamar internasional fikih peradaban akan menjadi kegiatan reguler dan rutin.
Gus Yahya mengatakan, pihaknya menyadari bahwa pembahasan tentang fikih peradaban tidak akan selesai hanya dengan diskusi sehari.
“Dengan kesadaran bahwa ini tidak akan selesai dengan satu event saja, dan pasti akan butuh waktu yang lama, maka muktamar ini kita rancang sebagai nantinya kegiatan reguler,” tuturnya dalam konferensi pers, Minggu (5/2/2023), dikutip dari Breaking News Kompas TV, Minggu.
Oleh sebab itu, kata dia, kegiatan ini disebut dengan muktamar internasional fikih peradaban yang pertama.
“Mudah-mudahan tahun depan kita bisa melaksanakan kelanjutannya, muktamar yang kedua dan seterusnya setiap tahun, sekurang-kurangnya dua tahun sekali untuk mengumpulkan seluruh ulama di seluruh dunia.”
Baca Juga: Satu Abad NU Hadirkan Pameran Foto Komite Hijaz
Ia juga berharap ada upaya dari ulama negara lain yang sejalan dengan upaya ini, untuk kemudian disinergikan bersama.
Menurutnya, saat ini sudah ada sekitar 60 ulama dari 79 yang mengonfirmasi kehadiran, mereka berasal dari 40 negara.
“Kita mengangkat topik yang spesifik, yang practical secara fikih, yaitu tentang piagam Perserikatan bangsa-Bangsa.”
Kegiatan muktamar fikih peradaban tersebut rencananya akan dimulai besok, Senin (6/2/2023) pukul 08.00 WIB.
Tujuan dari muktamar fikih peradaban ini, kata dia, untuk menginisiasi diskursus dan kekuatan tentang peradaban.
“Kemudian, bagaimana sumbangan Islam untuk peradaban, serta bagaimana sebetulnya pondasi keagamaan.”
Selama ini, lanjut Gus Yahya, kita juga punya wacana yang cukup besar tentang toleransi, moderasi beragama, dan sebagainya.
Tetapi, menurutnya ada kekosongan besar terkait permasalahan global ini, yaitu wawasan syariat yang valid terkait dengan konstruksi peradaban.
“Dalam muktamar inilah kita hendak memulai satu perbincangan, satu wacana yang serius di kalangan ulama ahli fikih tentang bagaimana sebetulnya wasan tentang masa depan peradaban itu dikaitkan dengan nilai-nilai syariat yang valid.”
“Nah, ini bukan satu agenda yang kecil, ini agenda raksasa, yang tentu harus melewati pergulatan yang tidak ringan nantinya, tetapi kita harus mulai, dan para ulama memberanikan diri untuk mulai,” tuturnya.
Kegiatan muktamar fikih peradaban ini rencananya akan dilaksanakan selama satu hari, sebab event tersebut hanya dimaksudkan sebagai trigger atau pemicu.
“Kita tahu masalah fikih peradaban tidak akan selesai didiskudikan hanya sehari saja. Bahkan kalau kita mau sampai selesaikan, tidak tahu berapa tahun yang diperlukan untuk masalah ini, tetapi pembicaraan harus dimulai.”
Yahya berharap nantinya kegiatan ini sungguh-sungguh berhasil menggulirkan proses keilmuan yang valid di antara para ulama.
“Tentang bagaimana dari sudut pandang syariat umat Islam bersama-sama dengan umat manusia seluruhnya untuk masa depan peradaban yang lebih baik untuk semua orang,” ucapnya.
Sehari setelah muktamar tersebut selesai, tepatnya Selasa (7/2/2023)), rencananya seluruh peserta akan diajak menghadiri resepsi akbar puncak peringatan harlah satu abad Nahdlatul Ulama di Sidoarjo.
“Kita desain sedemikian rupa rangkaian kegiatan ini, karena kita juga ingin menunjukkan pada para ulama di seluruh dunia Islam khususnya, tentang bagaimana pentingnya membangun gerakan sosial seperti Nahdlatul Ulama ini.”
Baca Juga: PBNU Gelar Muktamar Internasional Fikih Peradaban saat Momen Satu Abad NU
Yahya menyebut, sampai saat ini gerakan sosial yang berakar di akar rumput seperti Nahdlatul Ulama, memang nyaris tidak ditemui selain di Indonesia.
“Di sini kita punya Nahdlatul Ulama, kita punya banyak organisasi yang lain, ada Muhammadiyah dan lain-lain, tapi di negara lain kita tidak temui yang seperti ini.”
“Padahal, gerakan sosial seperti ini sangat diperlukan, sangat dibutuhkan dalam perjuangan membangun peradaban,” tuturnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.