Kompas TV nasional politik

TII: Anjloknya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tidak Hanya Tanggung Jawab KPK

Kompas.tv - 2 Februari 2023, 23:50 WIB
tii-anjloknya-indeks-persepsi-korupsi-indonesia-tidak-hanya-tanggung-jawab-kpk
Indeks persepsi korupsi (IPK) atau corruption perception index (CPI) Indonesia merosot 4 poin dari 38 pada 2021 menjadi 34 pada tahun 2022. Data ini mengacu pada perhitungan yang dilakukan Transparency International Indonesia (TII) yang dirilis di Jakarta, Selasa (31/1/2023). (Sumber: Syakirun Niam/Kompas.com)
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Wawan Heru Suyatmiko mengatakan anjloknya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia bukan hanya tanggung jawab Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Menurutnya, semua cabang kekuasaan mulai dari eksekutif, legislatif dan yudikatif juga punya tanggung jawab untuk menjaga upaya pencegahan korupsi. 

"Ya saya kira ini yang juga harus diluruskan bahwa Indeks Persepsi Korupsi bukan hanya tanggung jawab di pundak KPK tetapi tanggung jawab semua cabang-cabang kekuasaan mulai dari eksekutif, legislatif hingga yudikatif," kata Wawan dalam program Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Kamis (2/2/2023). 

Wawan menilai, setelah adanya revisi Undang-Undang KPK, kinerja badan pemberantas korupsi itu sudah tidak independen lagi. 

Menurut dia, banyaknya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK bukan cerminan baiknya penegakan hukum.

"Soal kinerja KPK, pasca 2019 tadi IPK kita yang tertinggi itu 40, itu kan masa keemasan dan kejayaan KPK," lanjutnya. 

Baca Juga: IPK Indonesia Terpuruk, ICW: KPK Dilemahkan Jokowi, DPR Gagal Ciptakan Kepastian Hukum

"Tetapi setelah revisi Undang-Undang KPK, KPK tidak independen lagi dan kemudian di bawah kekuasaan eksekutif, meskipun kita bilang bahwa OTT banyak kok, ngurus kasus banyak, bukan itu poinnya."

Menurut dia, yang masih menjadi masalah adalah dari sisi penegakan hukum di mana pelaku korupsi hanya mendapatkan hukuman yang ringan sehingga membuat masyarakat kecewa. 

Wawan berpendapat dibutuhkan sosok seorang pemimpin yang bisa melakukan pemberantasan korupsi secara beriringan di sektor ekonomi, politik dan penegakan hukum. 

"Poinnya adalah kalau kita bicara penegakan hukum, sangat-sangat jauh dari harapan masyarakat," lanjutnya.

"Rata-rata hanya 2,5 sampai 3 tahun kan. Dendanya yang juga dibayarkan tidak setara, belum lagi potongan remisi dan sebagainya."

"Jadi problem korupsi bukan hanya di pundak KPK tetapi ini butuh satu dirigen, pemimpin negara dalam hal ini, yang melakukan orkestrasi pemberantasan korupsi secara beriringan di politik, ekonomi dan penegakan hukum," pungkasnya. 

Baca Juga: IPK RI Buruk, Ada Apa dengan Pemberantasan Korupsi di Indonesia?

 

Diberitakan sebelumnya, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2022 anjlok 4 poin dari 38 pada 2021 menjadi 34 atau berada di posisi 110 dari 180 negara yang disurvei.

IPK mengacu pada delapan sumber data dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik di 180 negara dan teritori. Skor dari 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih.

Dengan hasil tersebut, Indonesia hanya mampu menaikkan skor IPK sebanyak 2 poin dari skor 32 selama satu dekade terakhir sejak 2012. Pada 2021, skor IPK Indonesia adalah 38 dan berada di peringkat 96.

Skor ini merupakan penurunan paling drastis sejak 1995.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi hanya menjawab pendek saat ditanya mengenai penurunan IPK Indonesia.

"Itu akan menjadi evaluasi dan koreksi kita bersama," kata Presiden Jokowi seusai mengunjungi Pasar Baturiti, Tabanan, Bali, Kamis (2/2/2023), dikutip dari Antara.


 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x