JAKARTA, KOMPAS.TV - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) bakal melaporkan hasil investigasi dari Tragedi Kanjuruhan pada Jumat (14/10/2022) hari ini.
TGIPF ini merupakan tim independen bentukan pemerintah yang ditugaskan untuk mengusut tragedi di Stadion Kanjuruhan seusai laga Arema vs Persebaya pada Sabtu, 1 Oktober 2022 lalu.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD ditunjuk sebagai ketua dengan sejumlah profesional dan sipil yang menjadi anggota.
Dalam upaya menemukan fakta, TGIPF melakukan investigasi dengan melakukan pertemuan dengan pihak-pihak terkait seperti kepolisian, Brimob, pengendali lapangan, TNI, panitia pelaksana di lapangan, unsur dari steward, dan security officer.
Terakhir, TGIPF melakukan pertemuan dengan PSSI, PT LIB dan pihak broadcaster pada Selasa (11/10/2022) lalu.
Setelah pertemuan itu, Mahfud MD mengatakan bahwa proses investigasi yang dilakukan oleh TGIPF sudah selesai dan memasuki tahap analisis.
Selanjutnya, hasil anasilis akan disusun menjadi laporan yang akan disampaikan kepada Presiden Jokowi sebagai rekomendasi pembenahan sepak bola Indonesia.
Baca Juga: Jokowi Sampaikan Laporan TGIPF Tragedi Kanjuruhan Besok Siang
Sebelum secara resmi diumumkan hari ini, Jumat (14/10), TGIPF sempat mengemukakan sejumlah temuan mereka dalam beberapa hari belakangan.
TGIPF menilai bahwa Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur tidak layak menggelar pertandingan risiko tinggi (high risk match) seperti Arema FC melawan Persebaya.
Menurut anggota TGIPF Nugroho Setiawan, yang juga merupakan AFC Safety Security Officer, Stadion Kanjuruhan tidak memiliki kelengkapan keamanan laga risiko tinggi.
Salah satunya adalah tidak ada pintu darurat untuk mengeluarkan penonton bila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan.
"Kesimpulan sementara bahwa stadion ini tidak layak untuk menggelar pertandingan high risk match. Mungkin kalau itu medium atau low risk masih bisa," kata Nugroho.
Baca Juga: Terkait Tragedi Kanjuruhan, TGIPF: Ada Pengabaian Prosedur Standar Selama Belasan Tahun
"Sementara yang saya lihat adalah pintu masuk berfungsi sebagai pintu keluar, tapi itu tidak memadai. Kemudian tidak ada pintu darurat. Jadi mungkin ke depan, perbaikannya adalah mengubah struktur pintu itu," jelasnya.
Selain soal pintu darurat, Stadion Kanjuruhan juga mempunyai akses tangga yang tidak ideal untuk kondisi ramai serta kondisi railing tangga yang tidak terawat.
"Kemudian juga mempertimbangkan aspek akses seperti anak tangga. Anak tangga ini kalau secara normatif di dalam safety discipline, ketinggian 18 cm lebar tapak 30 cm ini tadi antara lebar tapak dan ketinggian sama rata-rata mendekati 30 cm," lanjut Nugroho.
"Jadi intinya gini, kalau dengan ketinggian normal tadi tinggi 18 dan lebar tapak 30 ini kita berlari turun, berlari naik itu tidak ada kemungkinan jatuh," tuturnya.
"Kemudian lebar dari anak tangga itu juga tidak terlalu ideal untuk kondisi crowd, karena harus ada railing. Railing untuk pegangan. Railing ini juga sangat tidak terawat. Dengan stampede desakan yang luar biasa, akhirnya railing-nya patah dan itu juga termasuk yang melukai korban," terang Nugroho.
Selain mengungkapkan tidak kelayakan Stadion Kanjuruhan, Nugroho juga menyampaikan apa yang dia lihat melalui CCTV terkait situasi di Pintu 13.
Baca Juga: Komnas HAM: Pintu 13 Stadion Kanjuruhan Sedikit Terbuka Saat Kericuhan Terjadi!
Menurutnya, Pintu 13 - yang menjadi salah satu lokasi paling banyak ditemukan korban meninggal - situasinya sangat mengerikan karena banyak orang yang jatuh pingsan, terhimpit dan terinjak akibat menghindari gas air mata.
"Sempat melihat rekaman CCTV kejadian, khususnya di Pintu 13. Mengerikan sekali. Jadi situasinya adalah pintu terbuka, tapi sangat kecil. Itu seharusnya pintu untuk masuk, tapi terpaksa menjadi pintu keluar," ujarnya.
"Situasinya adalah orang-orang itu berebut keluar, sementara sebagian sudah jatuh pingsan, terhimpit, terinjak karena efek dari gas air mata. Jadi ya miris sekali. Saya melihat detik-detik beberapa penonton yang tertumpuk dan meregang nyawa terekam sekali di CCTV," ucap Nugroho.
Terkait penggunaan gas air mata, TGIPF Tragedi Kanjuruhan juga menginvestigasi sejumlah pihak, baik dari pengamanan, panitia pelaksana, maupun dari pihak korban. Investigasi tim antara lain dengan mengunjungi Stadion Kanjuruhan untuk memastikan kondisi dan standar kelayakan stadion. Termasuk pintu-pintu dan kelengkapan personel petugas (steward) di setiap pintu.
Terkait penggunaan gas air mata, pihak kepolisian mengakui bahwa sejumlah gas air mata yang ditembakkan pada malam tersebut, kedaluwarsa. Namun, polisi menyebut, tidak semua gas air mata dalam kondisi kedaluwarsa.
Polisi juga mengeklaim, gas air mata tidak mematikan meskipun digunakan dalam skala tinggi.
Baca Juga: TGIPF Ungkap Fakta, Panpel Kanjuruhan Kerja Berdasarkan Pengalaman Bukan Standar FIFA
Menurut kepolisian, keterangan ini merujuk pada keterangan ahli kimia dan persenjataan sekaligus dosen di Universitas Indonesia dan Universitas Pertahanan, Mas Ayu Elita Hafizah, serta Guru Besar Universitas Udayana sekaligus ahli bidang Oksiologi atau Racun Made Agus Gelgel Wirasuta.
Sementara, banyaknya korban yang meninggal dunia dikarenakan berdesak-desakan, terinjak-injak dan kehabisan oksigen.
Akan tetapi, penuturan dari aparat berbeda dengan temuan TGIPF Tragedi Kanjuruhan.
Anggota TGIPF Rhenald Kasali mengatakan, tembakan gas air mata oleh personel Polri dalam tragedi tersebut bersifat mematikan.
Menurut Rhenald, polisi telah melakukan penyimpangan dan pelanggaran terkait ini. Apalagi, sejumlah gas air mata ternyata kedaluwarsa.
Lebih lanjut, TGIPF telah membawa sejumlah longsongan gas air mata yang kedaluwarsa untuk diperiksa di laboratorium.
“Salah satu kecurigaan kami adalah kedaluwarsa, dan itu sudah dibawa ke lab semuanya diperiksa,” tutur Rhenald.
Baca Juga: TGIPF Tragedi Kanjuruhan Akan Serahkan Hasil Temuan kepada Presiden Jokowi Jumat Ini!
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.