SLEMAN, KOMPAS.TV - Narasi-narasi di sekitar megaproyek Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan selama ini dinilai kurang kuat. Sehingga, hal tersebut membuat “cita-cita besar” di balik proyek IKN kurang tersampaikan.
Hal tersebut disampaikan Guru Besar Perencanaan Kota Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Bakti Setiawan dalam diskusi "Skenario IKN" di Sleman, D.I.Yogyakarta, Rabu (21/9/2022) sore.
"Saya menilai yang kurang dari pembangunan IKN adalah narasi-narasi yang besar dari Presiden Jokowi," kata Bakti dikutip Antara.
Menurut Bakti, dengan narasi-narasi yang lebih kuat, cita-cita besar di balik pembangunan IKN dan apa yang diharapkan dari megaproyek tersebut semakin diketahui masyarakat.
"Cita-cita besar di balik pembangunan IKN tersebut sampai saat ini tidak pernah tersampaikan," katanya.
Baca Juga: Demokrat Setuju Pembangunan IKN tapi Sarankan Ditunda, AHY: Indonesia Tidak Boleh Terus Tambah Utang
Bakti menyatakan, pembangunan ibu kota baru Indonesia di Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, sebenarnya mendapat sambutan baik dari tokoh-tokoh di luar Jawa.
Megaproyek itu disebutnya sebagai simbol pembangunan yang tidak hanya terpusat di Jawa. Sehingga, IKN akan berdampak pada pembangunan di luar Pulau Jawa dan bersifat tidak Jawa-sentris.
“Narasi-narasi harus lebih diperkuat. Selama ini yang banyak diketahui masyarakat hanyalah alasan pembangunan IKN karena beban Kota Jakarta yang sudah berat. Tetapi cita-cita besar selain itu tidak pernah tersampaikan," kata Bakti.
Sementara itu, Guru Besar Bidang Sosiologi Nanyang Technological University Singapura Sulfikar Amir yang juga menjadi pembicara diskusi menyebut IKN adalah perwujudan keinginan Jokowi yang ingin memindahkan ibu kota.
"Presiden Jokowi sendiri berangkat dari kota, yakni dari Wali Kota Surakarta dan akan berakhir di IKN. Ingin membuat lingkaran yang sempurna, awal dari kota dan mengakhiri di kota," kata Sulfikar.
Akan tetapi, pembangunan IKN juga disebut memuat ketidakpastian. Terlebih lagi, mengingat anggaran yang sangat banyak dan pembangunan yang bersifat jangka panjang.
"Konsekuensinya adalah tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi," pungkasnya.
Baca Juga: Utang Luar Negeri Swasta dan BUMN Capai Rp3.073 T, Pengamat: Yang Penting Produktif dan Manageable
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.