Menggabungkan kandidat calon wakil presiden alternatif dengan kandidat calon presiden yang sudah ada, kata dia, mungkin lebih menguntungkan.
Karena, lanjut Totok, jika melihat Pemilu 2014 dan 2019 lalu, kandidat yang memiliki tingkat elektabilitas tinggi akan menang dipasangkan dengan cawapres mana pun.
“Artinya, sekarang yang diincar oleh para pemain elit politik itu bagaimana satu cawapres tetapi juga bagaimana dia tetap menjaga kandidat yang diorientasikan akan didukung oleh partainya ini, elektabilitasnya tetap terjaga.”
“Karena membangkitkan elektabilitas itu sesuatu yang sangat sulit,” tuturnya.
Dalam diskusi itu, Totok juga memrediksi bahwa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menginginkan Pemilu 2024 hanya diikuti oleh dua pasangan capres-cawapres.
Hal itu, menurutnya berbeda dengan keinginan dari partai-partai oposisi yang berharap agar Pemilu 2024 diikuti oleh tiga pasangan capres-cawapres.
“Jadi bayangan saya, memang letak problem koalisi partai ini adalah masing-masing kekuatan kalau tadi disebut Nasdem menjadi center dari safari politik partai-partai,” tuturnya.
“Pada satu sisi, dia berada di tarikan dua kubu, di sisi lain dia berada di tarikan tiga kubu.”
Namun penentuan ke depan, kata Totok memang masih sangat ditentukan oleh perkembangan di lapangan.
Baca Juga: Gerindra Akan Diskusi dengan Cak Imin Soal Usulan Prabowo-Puan di Pilpres 2024
“Seperti kita tahu, Demokrat dan PKS itu ke kantor Nasdem berkali-kali, dan sampai terakhir pun sudah ketemu tiga kali pun juga kesepakatan yang dinaytakan sifatnya masih normatif, belum membangun koalisi.”
“Sementara yang koalisi indonesia bersatu malah sudah lebih maju dia, dia sudah ebih jelas. Kalau sebelumnya KIB belum menyatakan kandidat secara clear, sekarang sudah jelas,” lanjutnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.