JAKARTA, KOMPAS.TV - Ahli forensik dari Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret (UNS), dr Novianto Adi Nugroho menilai, manipulasi hasil autopsi bisa saja terjadi.
Hal ini terkait adanya kecurigaan keluarga terhadap kematian Brigadir Polisi Nofryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Menurut pihak keluarga, salah satu kejanggalan keterangan polisi dalam mengungkap kematian Brigadir J yakni mengenai sejumlah luka yang ada di tubuh Brigadir J.
Baca Juga: Kuasa Hukum Ungkap Bukti Baru Dugaan Pembunuhan Berencana Brigadir Yoshua: Ada Luka Lilitan di Leher
Novianto menjelaskan, autopsi merupakan salah satu bentuk dari proses penyidikan yang menyertakan penyidik.
Autopsi dilakukan oleh dokter yang hasil pemeriksaannya juga diserahkan ke penyidik.
Menurutnya, dari proses tersebut, potensi memanipulasi hasil autopsi untuk kepentingan tertentu bisa saja terjadi.
"Potensi itu bisa saja ada, tetapi sangat minim. Autopsi itu dilakukan dokter, hasilnya diserahkan ke penyidik. Dokter itu sudah disumpah, dalam artian di sini hubungannya dengan hati nurani bagaimana menyampaikan (hasil autopsi) tersebut," ujar Novianto saat dihubungi KOMPAS TV di program Sapa Indonesia Malam, Rabu (20/7/2022).
Baca Juga: Ahli Forensik UNS Sarankan Autopsi Ulang Jenazah Brigadir J Dilakukan Sesegera Mungkin, Ini Sebabnya
Lebih lanjut, Novianto meragukan ada upaya dari ahli forensik untuk merekayasa hasil autopsi.
Ia memastikan, seorang dokter menjunjung tinggi dan menjaga kehormatan pasien maupun korban walaupun sudah meninggal dunia.
Jika hasil dari autopsi sengaja dimanipulasi, pastinya akan bertentangan dengan sumpah profesi kedokteran, hati nurani, perikemanusiaan, kehormatan, dan pertanggung jawaban kepada Sang Khalik.
Baca Juga: Soal Autopsi Ulang Jenazah Brigadir J, Pakar Forensik Sebut Sulit Menguak Peristiwa yang Terjadi
"Misalnya pun dimanipulasi, itu pasti bisa, cuma hubungannya ini dengan hati nurani," ujar Novianto.
Di sisi lain, seorang ahli bisa saja memberi kesimpulan lain dalam melakukan autopsi jenazah. Tetapi secara keilmuan dan fakta, hasil autopsi yang direkayasa atau dimanipulasi akan tetap diketahui.
"Jadi bagaimana kita, hasil autopsi kita sampaikan dalam satu pendapat ke penyidik. Itulah pendapat ahli. Jadi pendapat ahli bisa berbeda-beda sesuai fakta dan keilmuan, tetapi kesimpulan bisa berbeda sesuai dengan keahliannya," ujar Novianto.
Novianto menyarankan, jika keluarga memiliki keraguan dan ketidakpuasan, lebih baik melakukan autopsi ulang untuk mendapatkan bukti yang lebih valid.
Baca Juga: Brigadir J Diduga Dibunuh di Magelang-Jakarta? Ini Dugaan Kuat Pengacara!
Autopsi ulang ini, sambung Novianto, harus dilakukan sesegera mungkin. Sebab, jenazah akan masuk tahap pembusukan, meski sebelumnya jasad sudah mendapat formalin dan melalui ruang pendingin.
"Misalnya ingin autopsi ulang, lebih cepat lebih baik, sebelum terjadi suatu pembusukan. Tentu data berkurang, dan hasilnya juga akan beda dari autopsi pertama," ujarnya.
Sebelumnya, keluarga menilai ada kejanggalan dalam keterangan polisi dalam mengungkap kematian Brigadir J.
Salah satunya mengenai sejumlah luka yang ada di tubuh Brigadir J. Selain luka tembak, keluarga menemukan luka sayat, jari putus hingga luka luka bekas lilitan tali di leher.
Baca Juga: [Full] Karopaminal Divpropam & Kapolres Jaksel Dinonaktifkan Buntut Kasus Penembakan Brigadir J
Keluarga dan tim kuasa hukum menduga Brigadir J mengalami penyiksaan sebelum meninggal dunia.
Brigadir J tewas dalam baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7) lalu.
Menurut keterangan polisi, Brigadir J meninggal dunia dengan tujuh luka tembak masuk, enam luka tembak keluar dan satu proyektil bersarang di dada.
Baku tembak ini diawali dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir J terhadap istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.