JAKARTA, KOMPAS.TV - Draft final Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang diserahkan Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengatur sanksi hukum bagi pelaku zina dan kumpul kebo.
Berdasarkan draf RKUHP yang dipantau KOMPAS TV pada Kamis (7/7/2022), setidaknya terdapat dua pasal yang mengatur sanksi bagi pelaku perzinaan.
Pasal 415
(1) Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:
a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau
b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
Baca Juga: Draf Final RKUHP: Pelaku Pemerkosaan dalam Perkawinan Dipidana Penjara 12 Tahun
(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
Pasal 416
(1) Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:
a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau
b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.
Dalam pasal 415 dan pasal 416 tentang perzinaan dan kumpul kebo diatur, bahwa terhadap pengaduan tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
Sebagai informasi berikut bunyi pasal 25, pasal 26, dan pasal 30 dalam draf final RKUHP.
Baca Juga: Draf Final RKUHP: Pelaku Aborsi Dihukum 4 Tahun Penjara, Dokter Lebih Berat
Pasal 25
(1) Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan belum berumur 16 (enam belas) tahun, yang berhak mengadu merupakan Orang Tua atau walinya.
(2) Dalam hal Orang Tua atau wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada atau Orang Tua atau wali itu sendiri yang harus diadukan, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis lurus.
(3) Dalam hal keluarga sedarah dalam garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga.
(4) Dalam hal Anak tidak memiliki Orang Tua, wali, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas ataupun menyamping sampai derajat ketiga, pengaduan dilakukan oleh diri sendiri dan/atau pendamping.
Baca Juga: Draf Final RKUHP: Hukuman Penista Agama 5 Tahun Penjara
Pasal 26
(1) Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan berada di bawah pengampuan, yang berhak mengadu merupakan pengampunya, kecuali bagi Korban Tindak Pidana aduan yang berada dalam pengampuan karena boros.
(2) Dalam hal pengampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada atau pengampunan itu sendiri yang harus diadukan, pengaduan dilakukan oleh suami atau istri Korban atau keluarga sedarah dalam garis lurus.
(3) Dalam hal suami atau istri Korban atau keluarga sedarah dalam garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga.
Pasal 30
(1) Pengaduan dapat ditarik kembali oleh pengadu dalam waktu 3 (tiga) Bulan terhitung sejak tanggal pengaduan diajukan.
(2) Pengaduan yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.