SOLO, KOMPAS.TV – Tepat pada 20 tahun yang lalu Hari Buku Nasional atau harbuknas tercetus. Penetapan 17 Mei sebagai Hari Buku Nasional berlangsung pada saat Menteri Pendidikan Nasional era Kabinet Gotong Royong masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Melansir dari Harian Kompas edisi 20 Mei 2002, pencanang Harbuknas adalah Menteri Pendidikan Nasional Abdul Malik Fadjar.
Hal itu dilatarbelakangi oleh bangsa Indonesia yang dihadang oleh dua pilihan, antara mempertahankan tradisi (lisan) dengan menjawab tuntutan informasi, yang berarti harus lebih banyak membaca.
Pergumulan yang terjadi sejak 32 tahun lalu itu bisa dikata sampai sekarang belum juga selesai, sehingga kebiasaan yang terjadi di masyarakat masih didominasi tradisi percakapan panjang dan sedikit membaca.
Malik Fadjar menyadari, membuat masyarakat gemar membaca memang agak sulit dilakukan. Mengingat, generasi muda saat ini yang telanjur didominasi sistem komunikasi dengan telepon, tapi sedikit membaca lembaran buku.
Namun, karena strategisnya fungsi membaca, mendorong Malik mengajak manusia Indonesia agar gemar membaca. Selain mengetahui perkembangan termodern, dengan membaca buku kita juga bisa meramalkan masa depan.
Adanya ide Hari Buku itu pun datang dari masyarakat perbukuan, guna memacu minat baca masyarakat Indonesia, sekaligus menaikkan penjualan buku.
Baca Juga: Sejarah Hari Buku Nasional, Bagaimana Tingkat Literasi di Indonesia?
"Kami ingin agar peringatan Hari Buku seperti Valentine's Day, di mana pada hari itu setiap orang memberi sebuah buku kepada orang lain," kata Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Arselan Harahap, kala itu.
Adapun, pemilihan tanggal tersebut lantaran pemerintah mendirikan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tepat pada 17 Mei 1980.
Dikutip, dari laman Kementerian Dalam Negeri (23/3/2021), Indonesia berada di posisi ke-62 dari 70 negara perihal tingkat literasi. Posisi ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat literasi rendah.
Survei tersebut, dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA) yang rilis pada 2019 oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD).
Sementara, menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen atau hanya ada 1 dari 1.000 orang yang rajin membaca. Data tersebut menempatkan Indonesia di peringkat terendah kedua versi UNESCO.
Baca Juga: 1 Jam per Hari Baca Buku untuk Peringati Hari Buku Nasional
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.