“Atas kondisi buram ini, bukan tidak mungkin sektor dana desa akan semakin menjadi ladang basah korupsi,” ucap Kurnia.
Baca Juga: Nurhayati Jadi Tersangka, Kompolnas: Ada Komunikasi Kurang Baik antara Penyidik dan Penuntut Umum
Atas dasar itu, Kurnia menyampaikan ICW mendesak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengambil langkah dalam memberikan perlindungan kepada Nurhayati sebagai bentuk untuk mendukung upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia.
“Sebab, mengacu konsideran UU PSK, untuk meningkatkan upaya pengungkapan secara menyeluruh suatu tindak pidana, khususnya tindak pidana transnasional yang terorganisasi, perlu diberikan perlindungan terhadap saksi pelaku, pelapor, dan ahli,” ujarnya.
“Jadi, LPSK harus pro aktif mendampingi Nurhayati,” tambah Kurnia.
Di samping itu, ICW berpendapat KPK harus segera menyelesaikan sengkarut koordinasi antara Kejaksaan Negeri Cirebon dan Polres Cirebon dengan cara melakukan koordinasi dan supervisi.
Baca Juga: Polda Jabar Sebut Nurhayati Bukan Pelapor Kasus Korupsi, Begini Penjelasannya
Apalagi kesimpulan ini bukan tanpa dasar, sebab pada tahun 2020, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 102 tahun 2020 (PerPres 102/2020) tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang di dalamnya memuat kewenangan lembaga anti-rasuah tersebut untuk mengawasi proses penanganan perkara korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan dan Kepolisian.
“Kewenangan itu secara jelas dituangkan dalam Pasal 6 ayat (1) PerPres 102/2020,” ujar Kurnia Ramadhana.
“Bahkan kewenangan untuk melakukan koordinasi dan supervisi juga sudah diatur dalam Pasal 6 juncto Pasal 8 huruf a UU No. 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tambahnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.