JAKARTA, KOMPAS.TV - Bahaya dari penyakit henti jantung tak dapat terelakan dan setiap orang berisiko mengalaminya, termasuk para kawula muda.
Seperti halnya Maura Magnalia Madyaratri (27), putri dari Nurul Arifin dan Mayong Suryo Laksono, yang meninggal dunia karena henti jantung, Selasa (25/1/2022) pukul 05.37 WIB.
"Dia (Maura), kalau sebab penyakitnya kan adalah henti jantung," ungkap Mayong dikutip dari Kompas.com, Selasa.
Maka dari itu, rasanya penting bagi anak muda masa kini untuk mulai mencermati risiko dari penyakit henti jantung yang memang bisa saja menyerangnya.
Baca Juga: Kronologi Putri Nurul Arifin Maura Magnalia Meninggal Diduga karena Serangan Jantung
Perlu dipahami terlebih dahulu, henti jantung atau cardiac arrest itu sebenarnya tidak sama dengan serangan jantung atau heart attack.
Masih melansir Kompas.com, henti jantung merupakan kondisi di mana organ vital yang berfungsi memompa darah itu tiba-tiba berhenti berdetak.
Alhasil, distribusi darah ke seluruh tubuh menjadi terhenti dan dapat menyebabkan hilangnya kesadaran dalam hitungan detik.
Bahkan, jika berlangsung selama beberapa menit, nyawa penderitanya pun bisa ikut terancam. Oleh sebab itu, henti jantung terbilang 89 persen lebih fatal akibatnya daripada serangan jantung.
Baca Juga: Profil Maura Magnalia Madyaratri, Putri Nurul Arifin yang Meninggal di Usia 28 Tahun
Penyakit jantung menempati peringkat kedua sebagai gangguan kesehatan yang paling mematikan di Indonesia, setelah stroke.
Tentunya, risiko penyakit jantung juga bisa terjadi pada mereka yang berusia di bawah 40 tahun. Penelitian pun menyebutkan, satu dari lima di antaranya merupakan penderita penyakit jantung.
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah dr. Sebastian Andi Manurung menjelaskan, jantung merupakan organ tubuh yang selalu bekerja tanpa henti setiap hari.
Jadi, menjaga kesehatan tubuh itu amatlah penting dilakukan oleh semua kalangan, supaya risiko penyakit jantung tak menghampiri.
Baca Juga: Akibat Lesi Jantung, Timnas Gabon Pulangkan Aubameyang ke Arsenal
Andi menyebutkan, beberapa kebiasaan anak muda yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko penyakit jatung pada mereka.
Kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan anak muda rentan terkena penyakit jantung. Terlebih, sejak pandemi Covid-19, aturan untuk tetap di rumah semakin membuat tubuh malas bergerak.
"Hal ini juga dipermudahnya dengan dapat order apapun melalui handphone, cukup duduk di rumah. Hal ini menyebabkan makanan yang kita makan tidak balance," ungkap Andi.
Padahal, menurut sebuah penelitian di Denmark, meluangkan waktu untuk berolahraga itu bisa mengurangi risiko penyakit jantung sebesar 15 persen.
"Kita harus berikan waktu khusus untuk berolahraga atau aktivitas tersendiri untuk menghindari penyakit jantung," terang Andi.
Penyakit jantung juga bisa berisiko tinggi akibat asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh secara tidak seimbang. Terutama makanan dan minuman yang rendah protein, vitamin, dan serat.
Menurut penelitian dari Mondales, setiap tahun Indonesia masuk dalam daftar negara dengan kalangan muda yang suka mengonsumsi camilan tidak sehat.
Bahkan, angka orang yang gemar ngemil di Indonesia terpantau lebih tinggi dari rata-rata global.
Selain itu waktu yang dihabiskan untuk mengemis hampir 3 kali sehari, sedangkan makanan berat dikonsumsi 2,5 kali sehari.
Baca Juga: Pesepak Bola Aljazair Meninggal, Serangan Jantung Usai Berbenturan dengan Kiper Sendiri
Faktor penyebab risiko penyakit jantung usia muda yang ketiga adalah stres.
"Orang tidak bisa koping kepada stres, selama hidup, pasti ada saja stres. Tapi terkadang orang juga merasa inferior terhadap stres," kata Andi.
Adapun yang dimaksud koping adalah cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi yang mengancam baik secara kognitif maupun perilaku.
Sementara, inferior adalah perasaan yang cenderung menganggap diri kita rendah.
Keempat, orang yang merokok aktif dan pasif berisiko sakit jantung. Jika biasanya orang yang berusia tua merokok batangan, anak muda sekarang lebih senang menggunakan rokok elektrik.
"Anak muda sekarang lebih kenal merokok elektrik atau vaping," tutur Andi.
Dia mengungkapkan bahwa orang yang merokok biasanya berawal dari usia 15-19 tahun, sebesar 52,1 persen.
Terkait solusinya, Andi mengatakan olahraga cukup dilakukan 3-5 hari dalam seminggu dengan durasi 30-60 menit secara bertahap.
Selain itu, dia menyarankan untuk mengurangi konsumsi kalori berlebih, meningkatkan konsumsi serat, usahakan kurangi makanan olahan, dan berhenti merokok.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.