JAKARTA, KOMPAS.TV – Setidaknya ada dua penyebab terjadinya penipuan investasi atau bermodus kripto selama ini, salah satunya kemudahan para penipu membuat aplikasi atau menawarkan melalui media sosial (medsos).
Penjelasan itu disampaikan oleh Ketua Satgas Waspada Investasi OJK, Tongam L Tobing, dalam Sapa Indonesia Akhir Pekan Kompas TV, Sabtu (15/1/2022) pagi.
“Terjadi karena dua sisi. Pertama dari sisi pelaku, dengan kemudahan membuat aplikasi, situs, web, atau menawarkan melalui media sosial,” tuturnya.
Baca Juga: Waduh, Miliarder Kripto Amerika Serikat Ini Prediksi Harga Bitcoin Turun Lagi!
Kedua, dia menyebut, masyarakat sangat mudah mendapatkan informasi-informasi itu melalui smart phone yang mereka miliki.
Sehingga penawaran-penawaran semacam itu akan tetap ada di masyarakat.
Penawaran-penawaran itu bukan hanya datang dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri, dalam arti dikendalikan dari luar negeri namun bisa diakses dari Indonesia oleh masyarakat.
“Kondisi masyarakat kita juga, kita lihat dari dua sisi. Pertama, memang perlu peningkatan literasi keuangan bagi masyarakat," imbuhnya.
Menurut Tongam, banyak sekali masyarakat yang terjebak investasi ilegal karena tidak memahammi produk-produk keuangan investasi yang diikuti.
Kemudian ada juga masyarakat yang untung-untungan, dalam artian sebetulnya mereka sudah tahu bahwa itu adalah kegiatan yang tidak masuk akal.
“Tetapi masuk di sana dengan keinginan mendapatkan keuntungan, karena mereka beranggapan peserta pertama dalam skema-skema seperti ini biasanya dapat untung,” lanjutnya.
Edukasi pada masyarakat, kata Tongam, merupakan hal paling utama, bagaimana masyarakat mengenali ciri-ciri dari investasi ilegal ini supaya tidak terjebak.
“Trading itu kan harganya bisa naik turun komoditi yang kita jual atau beli. Kemudian juga, perizinannya tidak jelas.”
“Dia tidak punya izin badan hukum, izin kegiatan, oleh karena itu masyarakat perlu waspada,” imbuhnya.
Dia menambahkan, di Indonesia kripto bukan mata uang tapi aset.
Aset kripto ini merupakan komoditi yang diperdagangkan.
Saat ini, menurut Tongam, ada 11 kripto exchanger atau pedagang aset kripto di Indonesia.
“Kalau kita beli kripto, ya kita tinggal beli, contohnya kita beli saat harga rendah kemudian kita jual saat harga tinggi untuk mendapattkan keuntungan tentunya.”
“Tapi, saat ini ada penawaran-penawaran penjualan kripto dengan berbagai cara. Contohnya mereka menjual kripto dengan mengiming-imingi imbal hasil yang tetap,” kata dia.
Baca Juga: Waspadai 3 Kemungkinan Investasi Bodong Menurut OJK, Termasuk Penawaran Keuntungan yang Fix
Penawaran seperti itulah yang kemudian perlu dipahami oleh masyarakat.
Menanggapi kasus penipuan melalui media sosial, Pengamat Media Sosial, Enda Nasution, menjelaskan media sosial adalah sebuah media yang fungsi kebutuhan masyarakatnya adalah bertukar informasi.
Namun, media sosial juga kerap digunakan sebagai media bagi penipu untuk mencari korbannya.
Setidaknya ada sejumlah penyebab yang membuat media sosial kerap dijadikan media mencari korban.
Pertama, media sosial sebagai tempat bertukar informasi.
“Kedua, adalah sebenarnya ada semaacam rasa keamanan dari para penipu karena mereka tidak bertemu secara langsung dengan audiencenya,” kata Enda.
“Artinya, informasi maupun risiko yang diterima oleh pelaku ini sedikit terlindungi karena kita tidak pernah berinteraksi fisik secara langsung,” lanjut Enda.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.