Kompas TV nasional peristiwa

Mereka yang Minta Disuntik Mati: Dari Nelayan Aceh, Penderita Mag Kronis, hingga Lulusan S2

Kompas.tv - 7 Januari 2022, 13:52 WIB
mereka-yang-minta-disuntik-mati-dari-nelayan-aceh-penderita-mag-kronis-hingga-lulusan-s2
Ilustrasi. Suntik Mati dilarang di Indonesia (Sumber: Tribunnews.com-)
Penulis : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Nelayan asal Aceh bernama Nazaruddin Razali (59 tahun) memohon untuk disuntik mati atau eutanasia.

Warga Desa Pusong, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Aceh, itu  mengajukan permohonan suntik mati ke pengadilan negeri setempat dengan alasan tertekan dengan kebijakan Pemerintah Kota Lhokseumawe yang akan merelokasi keramba budi daya ikan di Waduk Pusong.

"Jika pemerintah tidak peduli lagi kepada kami para petani keramba di Waduk Pusong, saya minta disuntik mati saja di depan Wali Kota Lhokseumawe beserta Muspika Banda Sakti," kata Nazaruddin di Lhokseumawe, Kamis (6/1/2022), seperti dikutip  dari Antara, Jumat (7/1/2021).

Nazaruddin pun secara resmi mendaftarkan permohonan suntik mati tersebut ke Pengadilan Negeri Lhokseumawe pada Kamis. Permohonan tersebut sudah teregistrasi dengan nomor surat PNL LSM-01-2022-KWS.

Nazaruddin bukan orang yang pertama minta disuntik mati di Indonesia.

Baca Juga: Suntik Mati Sukarela Kini Legal di Negara Bagian Australia Ini


 
Pada 2018 silam, seorang  penderita sakit menahun, Afandi (48), juga minta diakhiri hidupnya dengan cara disuntik. 


Warga Desa Timbang RT 5 RW 2 Kecamatan Banyuputih itu sudah tak tahan  menderita sakit mag kronis selama 14 tahun. Dia hanya bisa berbaring di tempat tidurnya lantaran sakit yang tidak kunjung sembuh. 

Afandi mengajukan suntik mati ke Kejari Batang Bupati Batang. Namun Bupati Batang Wihaji yang melihat kondisi langsung Afandi mengatakan, Pemkab merespons cepat kesulitan yang dialami warganya. 

Karena itu, bupati ikut langsung mengevakuasi Afandi ke RSUD Batang untuk mendapatkan perawatan intensif.

“Saya baru tahu dari pemberitaan dan langsung datang cek," kata Wihaji sambil menambahkan bahwa urusan pembiayaan pemda yang menanggung. 

Wihaji mengatakan, dilihat dari kondisinya, sebenarnya keluarga Afandi mampu dari sisi ekonomi. Namun, Pemkab Batang memutuskan memberi bantuan dengan mempertimbangkan kondisi keluarga Afandi. Saat ini di keluarga itu tidak ada lagi yang mencari nafkah. “Kami pemerintah tetap hadir membantu,” ujarnya.

Nasib tak kalah miris dialami oleh Ignatius Ryan Tumiwa (48), pria penderita depresi yang sempat menyatakan keinginannya untuk disuntik mati, pada  2014 silam.

Namun cara yang ditempuh Ryan terbilang intelektual. Dia mengajukan permohonan uji materi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 344 terhadap Undang-Undang Dasar 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Baca Juga: Narapidana Ini Disuntik Mati 18 Kali, Selalu Berakhir dengan Kegagalan

Pasal itu digugat karena dianggap tidak melegalkan upaya bunuh diri. Bila dikabulkan, hal itu akan mempermudah Ryan, lulusan S2 dari Universitas Indonesia (UI) dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,37 untuk suntik mati. 

Meurut Hakim MK kala itu, Patrialis Akbar, Ryan memang seorang yang cerdas. "Menurut hemat kami, Saudara Ryan ini cukup cerdas, pintar, dia juga nyambung dengan apa yang kita sampaikan, bahkan analisisnya juga bagus," kata Patrialis, 2014 silam.

Mengapa Ryan ingin mengakhiri hidup? Terungkap bahwa warga Taman sari, Jakarta Barat itu,  tidak mampu berobat ke psikiater atas depresi yang membelit jiwanya. 

Karena tak memiliki biaya, Ryan sempat mengajukan keinginannya kepada Komnas HAM dan Kementerian Kesehatan untuk melakukan suntik mati. Namun, karena keinginannya ditolak atas alasan undang-undang.

Padahal, Ryan pernah bekerja di sebuah perusahaan swasta sebagai seorang staf keuangan. Namun, beban kerja yang terlalu tinggi membuat ia merasa terbebani hingga akhirnya mengundurkan diri.

Ryan juga pernah menjadi dosen di sebuah perguruan tinggi. Para tetangga di sekitar rumahnya melihat Ryan lelaki yang pintar. Setiap hari pergi bekerja berpakaian rapi dan membawa tas. Namun dalam usia muda itu, Ryan sudah didera depresi yang membuatnya kehilangan semangat hidup.

Untunglah, sebelum sidang MK berjalan, melalui kuasan hukumnya, permohonan untuk uji materi ke MK dicabut. 

Kuasa Hukum Ryan, Fransisca Indrasari, menyebutkan, kliennya mencabut permohonan karena sudah punya semangat hidup. Ia juga menyebutkan bahwa Ryan saat ini sudah menjalankan kesibukannya sehari-hari sebagai penulis. 

Benar apa yang didendangkan oleh grup Musik D'Masiv:

Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anug'rah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik


 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x