JAKARTA, KOMPAS.TV - Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) resmi mendirikan Pusat Gender dan Demokrasi (PGD).
Menurut Direktur Pusat PGD Julia Suryakusuma, kehadiran PGD merupakan pelengkap atas tidak adanya perspektif gender di LP3ES selama 50 tahun terakhir.
"Ada kekurangan yang sangat parah karena tidak ada sama sekali keseimbangan, balance atau keseimbangan gender ataupun gender perspective selama 50 tahun ini," kata Julia dalam webinar, Selasa (28/12/2021).
Julia juga menjelaskan bahwa sejak berdiri hingga sekarang, tidak ada perempuan di LP3ES yang mendapat peran strategis.
Padahal, kata dia, selama ini LP3ES banyak mempermasalahkan perihal demokrasi. Bahkan judul buku yang digunakan untuk merayakan ulang tahun demokrasi yang ke-50 judulnya "Demokrasi Tanpa Demos".
Sementara Demos atau rakyat sendiri di Indonesia, jelas Julia, mayoritas didominasi oleh perempuan.
"Demos atau rakyat itu 50 persen adalah perempuan. Mana mungkin bicara demokrasi, jika 50 persennya dari penduduk diabaikan dari segi jumlah maupun sudut pandang mereka," ungkapnya.
Baca Juga: Wakil Ketua DPR Sebut RUU TPKS Disahkan Saat Rapat Paripurna Januari 2022
Lebih lanjut, ia menerangkan soal penggunaan gender dan demokrasi untuk bidang baru di LP3ES. Menurutnya, gender lebih dipilih lantaran lebih inklusif.
"Karena gender lebih inklusif, mencakup berbagai identitas dan ekspresi seksual yang tidak terbatas pada dua gender, identitas, dan orientasi," terangnya.
Seperti diketahui, LGBT termasuk di antara yang paling didiskriminasi di masyarakat.
"Seringnya hak mereka sebagai warga negara dirampas dan tidak diakui," kata Julia.
Sementara kata demokrasi digunakan lantaran seluruh isu yang berkaitan dengan hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari isu perempuan.
"Jika menyebutnya perempuan dan demokrasi itu juga baik karena semua isu itu adalah isu perempuan. Mulai dari politik, sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. Singkatnya, semua aspek kehidupan melibatkan perempuan," imbuhnya.
Bersamaan dengan peluncuran PGD, LP3ES mendukung implementasi kesetaraan gender di Indonesia.
Hal ini sebagaimana topik diskusi yang digelar bersamaan dengan peluncuran PGD "Kesetaraan Gender: Prasyarat Masyarakat Adil, Makmur dan Kuat”.
Salah satu hal yang didorong oleh PGD yakni pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dan Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT).
Pembahasan RUU TPKS dan RUU PRT, menurut Julia, telah terlampau berlarut-larut dan tidak kunjung disetujui untuk disahkan.
Padahal, salah satu esensi dari negara demokrasi adalah penegakan hak asasi manusia yang menjamin perlindungan warga negaranya, termasuk perlindungan dari kekerasan seksual maupun kekerasan struktural.
Kendati demikian, pengesahan RUU TPKS masih ditunda oleh DPR RI.
Julia menilai penundaan pengesahan RUU TPKS merupakan bukti bahwa masih terdapat oknum-oknum patriarki di lembaga legislatif.
“Dalam setiap krisis, pasti perempuan yang paling buruk terkena dampaknya,” ucap Julia.
Ia berharap agar RUU TPKS dan RUU PRT dapat segera memperoleh pengesahan dari para pembentuk undang-undang demi memberi kepastian hukum dan melindungi segenap warga negara Indonesia dari kekerasan yang saat ini tengah berlangsung.
Baca Juga: Setiap Hari Terjadi 15 Kasus Kekerasan Seksual, tapi RUU TPKS Tak Kunjung Disahkan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.