"Seringnya hak mereka sebagai warga negara dirampas dan tidak diakui," kata Julia.
Sementara kata demokrasi digunakan lantaran seluruh isu yang berkaitan dengan hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari isu perempuan.
"Jika menyebutnya perempuan dan demokrasi itu juga baik karena semua isu itu adalah isu perempuan. Mulai dari politik, sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. Singkatnya, semua aspek kehidupan melibatkan perempuan," imbuhnya.
Bersamaan dengan peluncuran PGD, LP3ES mendukung implementasi kesetaraan gender di Indonesia.
Hal ini sebagaimana topik diskusi yang digelar bersamaan dengan peluncuran PGD "Kesetaraan Gender: Prasyarat Masyarakat Adil, Makmur dan Kuat”.
Salah satu hal yang didorong oleh PGD yakni pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dan Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT).
Pembahasan RUU TPKS dan RUU PRT, menurut Julia, telah terlampau berlarut-larut dan tidak kunjung disetujui untuk disahkan.
Padahal, salah satu esensi dari negara demokrasi adalah penegakan hak asasi manusia yang menjamin perlindungan warga negaranya, termasuk perlindungan dari kekerasan seksual maupun kekerasan struktural.
Kendati demikian, pengesahan RUU TPKS masih ditunda oleh DPR RI.
Julia menilai penundaan pengesahan RUU TPKS merupakan bukti bahwa masih terdapat oknum-oknum patriarki di lembaga legislatif.
“Dalam setiap krisis, pasti perempuan yang paling buruk terkena dampaknya,” ucap Julia.
Ia berharap agar RUU TPKS dan RUU PRT dapat segera memperoleh pengesahan dari para pembentuk undang-undang demi memberi kepastian hukum dan melindungi segenap warga negara Indonesia dari kekerasan yang saat ini tengah berlangsung.
Baca Juga: Setiap Hari Terjadi 15 Kasus Kekerasan Seksual, tapi RUU TPKS Tak Kunjung Disahkan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.