Daswin mengatakan KPPU menemukan sebagian harga tes PCR mendekati atau sama persis dengan HET yang ditetapkan pemerintah.
Padahal, sambung Daswin, kajian mencatat bahwa komponen harga pembentuk tes PCR khususnya biaya reagen sangat bervariatif.
KPPU mencatat, per September 2021, komponen biaya reagen mencapai 49,27 persen-55,15 persen dari total biaya tes PCR.
Baca Juga: Bahas Harga PCR, Komisi VI DPR RI Panggil Pihak Bio Farma
Sebelum September, komponen biaya reagen mencapai 50,79 persen-51,86 persen.
Menurut Daswin, ini menunjukkan bahwa harga reagen merupakan penentu utama biaya tes PCR.
"Artinya komponen harga reagen masih faktor penentu atas biaya tes PCR," paparnya.
Dia mengatakan sejak penurunan HET, KPPU melihat harga reagen pun ikut turun mengikuti biaya HET.
Hal ini karena pihak laboratorium turut menyesuaikan harga tes dengan melakukan efisiensi pada komponen overhead, biaya habis pakai dan administrasi.
Saat ini, lanjut Daswin, terdapat 60 merek reagen yang mendapat izin edar dari Kementerian Kesehatan.
Impor reagen, sebagian besar yaitu 85,07 persen, dilakukan pihak swasta. Pemerintah dan lembaga lain juga mengimpor reagen (14,92 persen).
Pada September 2021, proposi impor dari pihak swasta meningkat menjadi 93,84 persen, sementara impor dari pemerintah dan lembaga lain menurun menjadi 6,15 persen.
Daswin menuturkan secara konsentrasi pasar terdapat empat importir swasta dengan rasio konsentrasi pasar 29,17 persen pada 2020. Sementara rasio konsentrasi pasar pada 2021 ialah 18,90 persen.
Dengan rasio konsentrasi pasar seperti itu, KPPU menganggap pasar masih kompetitif.
"Kondisi ini masih dapat dianggap kompetitif. Jika berdasarkan pada concentration ratio (CR4) tersebut. Dengan kondisi pasar tersebut, seharusnya efisiensi masih dapat dilakukan," kata Daswin.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.