JAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas mengungkapkan, mayoritas publik menolak amendemen Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).
Hal tersebut, berdasarkan survei yang dilakukan SMRC terkait ‘Sikap Publik Nasional terhadap Amandemen UUD 1945’.
Survei yang dilakukan 15-21 September 2021 itu menunjukkan 66 persen responden menilai UUD 1945 merupakan rumusan terbaik dan tidak ada urgensi untuk merubahnya.
"Secara umum warga memang tidak menghendaki adanya perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dan mayoritasnya, ini 66 (persen responden), menilai Undang-Undang Dasar ini adalah rumusan terbaik dan tidak boleh diubah atas alasan apapun," kata Abbas dalam paparan hasil survei yang ditayangkan secara daring, Jumat (15/10/2021).
Baca Juga: Survei SMRC: 82 Persen Publik Ingin Pemilu Tetap Digelar 2024, Tolak Diundur ke 2027
Mereka menilai bahwa sejauh ini UUD 1945 paling pas bagi kehidupan Indonesia yang lebih baik.
Kendati begitu, kata Abbas, responden juga tetap menyadari bahwa UUD 1945 merupakan buatan manusia dan mungkin memiliki kekurangan, dan memungkinkan untuk diubah. Tapi untuk sekarang belum menemukan alasan untuk melakukan amendemen.
"Sehingga ada 78 persen yang tidak menghendaki perubahan," terang Abbas.
Adapun responden yang menghendaki perubahan hanya pada angka 15 persen, terdiri dari 11 persen yang berpendapat beberapa pasal dari UUD 1945 perlu diubah atau dihapus, dan 4 persen yang menilai sebagian besar isi UUD 1945 harus diubah.
Sementara responden yang menjawab tidak tahu atau tidak menjawab berjumlah 7 persen.
Di sisi lain, lanjut Abbas, sebanyak 71 persen responden menilai negara Indonesia sedang bergerak ke arah yang benar, 21 persen menyatakan Indonesia bergerak ke arah yang salah, dan 8 persen menjawab tidak tahu.
"Artinya, legitimasi pemerintah dalam menjalankan negara ini sangat tinggi, dan tidak ada goncangan yang menunjukkan bahwa konstitusi kita mengalami masalah serius," terang Abbas.
Baca Juga: Survei SMRC: 84% Publik Tidak Setuju Adanya Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Sebenarnya, pada pemaparan hasil survel itu, SMRC mengundang Ketua MPR Bambang Soesatyo sebagai salah satu yang melempar wacana amendemen UUD 1945.
Namun belakangan, dikabarkan bahwa politisi yang akrab disapa Bamsoet itu tidak bisa hadir dengan alasan ada kesibukan lain.
Seperti diberitakan sebelumnya, Bamsoet menyatakan amendemen UUD 1945 diperlukan untuk memberikan kewenangan bagi MPR dalam penetapan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Menurutnya, PPHN dibutuhkan sebagai pedoman atau arah penyelenggaraan negara. Dengan begitu, bangsa Indonesia tak lantas berganti haluan setiap pergantian presiden-wakil presiden.
"Sehingga Indonesia tidak seperti orang menari poco-poco. Maju dua langkah, mundur tiga langkah," kata Bambang dalam peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun ke-76 MPR, Rabu (18/8/2021).
"Ada arah yang jelas ke mana bangsa ini akan dibawa oleh para pemimpin kita dalam 20, 30, 50, hingga 100 tahun yang akan datang," tutur dia.
Penting diketahui, survei SMRC dilakukan dengan mewawancarai langsung 981 responden yang dipilih melalui metode multistege random sampling di seluruh Indonesia.
Margin of error survei tersebut berkisar pada angka 3,19 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Baca Juga: Tegas!! Demokrat Tolak Amandemen UUD 1945 dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Jokowi
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.