MEDAN, KOMPAS.TV - Korban penganiayaan preman di Pasar Gambir, Deli Serdang, Sumatera Utara, mengaku perutnya ditendang dua kali, meskipun sudah memberitahu ada bekas operasi sesar di sana.
"Bang janganlah kau sama perempuan. Karena aku ini operasi besar waktu aku melahirkan anakku tiga orang. Dua kali kau tendang perutku ini," kata Gea kepada Kompas TV, dikutip Selasa (12/10/2021).
Usai Gea menyampaikan peringatan soal kondisi perut, si preman justru meminta suaminya untuk turun menggantikan. Namun hal itu ditolak, Gea justru meminta suaminya pergi mengantar becak yang dipakai untuk belanja ke rumah.
Saat suami Gea pergi, kekerasan kembali dihadapinya. Bahkan, tidak hanya ditendang, Gea juga mengaku sempat dipukul.
Bahkan, anak perempuannya yang berusia 13 tahun tidak luput dari amukan preman itu.
Ada satu momen saat penganiayaan yang Gea merasa tidak kuasa membayangkan kembali.
Gea merasa tidak sanggup mengingat kejadian saat kepalanya dan kepala anaknya yang berusia 13 tahun, dibenturkan.
Baca Juga: Suami Korban Penganiayaan Preman Ungkap Kejanggalan Mulai dari sebelum hingga setelah Lapor Polsek
"Diambil kepalaku dan anakku lalu diadukan. Di situ ngeri kali kalau kuingat itu. Gak sanggup di diri kami," tutur Gea dengan terisak.
Akibat kejadian penganiayaan itu, Gea mengaku sempat diopname satu hari dan satu malam di rumah sakit lantaran didiagnosis mengalami luka dalam karena tendangan pada perut bekas operasi sesarnya.
Ironisnya, dari kejadian tersebut ia justru ditetapkan sebagai tersangka pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.
Gea melihat banyak kejanggalan dan merasa tidak mendapat keadilan. Menurut penuturan Gea, dirinya sempat mendapat tekanan saat diajak damai di rumah pribadinya oleh seorang TNI/Polri yang mengaku kerabat si preman.
Tidak berhenti di situ, Gea juga mendapat tekanan dari seorang aparat sewaktu ia melaporkan kejadian yang menimpanya kepada Polsek Percut Sei Tuan.
Adapun kejanggalan yang dirasakannya, mulai dari suami beserta keluarga laki-lakinya yang tidak diperbolehkan masuk ke kantor polisi dengan dalih Covid-19.
Hingga desakan pihak kepolisian untuk membatalkan laporan karena pihak pelaku juga sudah melapor.
Menurut Gea, dirinya didesak polisi dengan ancaman akan ditangkap seperti pelaku penganiayaan.
"Waktu kami melapor ke polisi, kami dibilangi jangan teruskan laporan ini. Nanti sama-sama kalian ditangkap. Karena pelakunya sudah melapor juga. Kau nanti ditangkap juga. Siapa nanti yang akan mencari makanan untuk anak anakmu," terang Gea sembari terisak.
Karena desakan itu, Gea sempat hendak mundur. Tetapi, katanya, ada seorang bapak dan ibu yang melarangnya.
"Nanti, seenak orang itu meminta-minta di tempat itu," kata Gea.
Gea teringat perjuangannya yang harus rela bangun tiap pukul 2 pagi hanya untuk berjualan. Ia percaya dengan tidak mencabut laporannya, ia akan mendapat keadilan atas penganiayaan yang menimpa diri serta anaknya.
"Tapi untuk apa aku bangun jam 2 belanja sayur untuk dijual. Makanya aku tetap melapor terus," tegasnya.
Gea menolak tawaran damai lantaran masih merasa trauma atas perlakuan preman tersebut dan ingin mendapatkan keadilan.
"Aku gak mau (damai). Waktu aku dipijak-pijak, ditendang, diludahi, seperti binatang. Aku gak terima. Makanya aku, gak menerima orang itu mau damai, harus ada keadilan," kata Gea.
Perlu diketahui, kejadian penganiayaan itu terjadi pada Minggu, 5 September 2021, saat Gea hendak bersiap berjualan di pasar.
Gea mengatakan pada pukul 07.00, seseorang datang menagih uang lapak sebesar Rp500 ribu. Ia tidak menghiraukannya dan kembali berbelanja dengan suaminya.
Baca Juga: Kasus Penganiayaan Pedagang oleh Preman Diambil Alih Polda Sumut: Biar Lebih Objektif
Nahas, saat kembalinya dari berbelanja, Gea yang tetap menolak membayar pungutan liar justru dianiaya oleh si preman.
Ia mengaku heran lantaran sosok yang datang tidak ia kenali.
Padahal, menurut pengakuan Gea, dia telah membayar uang sewa kepada pemuda setempat.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.