JAKARTA, KOMPAS.TV- Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai hanya memiliki komitmen etik yang kuat kepada pegawai, sementara lemah terhadap komisioner.
Pernyataan itu disampaikan Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar menyoal putusan dua pelanggaran etik yang dilakukan Lili Pintauli Siregar di Kompas.TV, Rabu (1/9/2021).
“Pegawai membentak orang yang terperiksa, yang sedang diperiksa, itu saja dijatuhi hukuman sanksi yang relatif mirip, pemotongan gaji berlaku 6 bulan,” kata Zainal Arifin Mochtar.
“Komitmen etik Dewas itu keliatannya kuat kepada pegawai, tetapi sangat lemah kepada komisioner.”
Bagi Zainal, bertemu dengan pihak yang sedang berperkara bukanlah dimensi yang sederhana tetapi pidana.
Baca Juga: Saut Situmorang soal Lili Pintauli: Pidana 5 Tahun Cuma Disanksi Rp2 Juta Logika Hukumnya Gimana?
“Kalau kita lihat di Undang-undang KPK yang bicara soal bertemu dengan pihak berperkara itu bisa dipidana,” ujarnya.
Harusnya, sambung Zainal, Dewas KPK merekomendasikan Lili Pintauli Siregar untuk mengajukan pengunduran diri dari jabatan Komisioner KPK dengan bukti pelanggaran etik yang dilakukan.
“Kenapa, sekali kita bicara soal lembaga KPK, Lembaga anti rasuah yang rasanya standarnya itu harusnya jauh lebih besar, lebih tinggi,” ujarnya.
“Jangan-jangan, Dewas KPK ini menyadari KPK ini sudah lemah, KPK ini sudah seperti standart PNS biasa, kepegawaian biasa, ya sudah standar etiknya disamakan dengan standar keetikan di PNS.”
Sebelumnya Senin (30/8/2021), Kemarin, Dewas KPK mengklaim menjatuhkan sanksi berat atas dua pelanggaran etik yang dilakukan oleh Komisioner KPK, Lili Pintauli Siregar.
Baca Juga: ICW soal Sanksi Dewas KPK untuk Lili Pintauli Siregar: Tidak Sebanding dengan Tindakan
Putusan berat yang dimaksud Dewas KPK adalah memotong gaji pokok Lili Pintauli sebesar 40% selama 12 bulan.
Namun ternyata, sejumlah pihak seperti halnya Mantan Jubir KPK Febri Diansyah mengungkap potongan 40% dari gaji pokok Lili Pintauli tidak sampai Rp2 Juta.
“Menyalahgunakan pengaruh utk kepentingan pribadi, berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya ditangani KPK tapi hanya dihukum potong gaji Rp1,85 juta/bulan (40% gapok) dari total penerimaan lebih dari Rp80juta/bulan. Menyedihkan,” kata Febri Diansyah.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.