JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyebut penjualan obat Covid-19 di apotek dan online tanpa resep dokter merupakan pelanggaran.
Menurut Tulus untuk kategori obat keras seharusnya masyarakat yang beli wajib menunjukkan resep dokter terlebih dahulu.
“Yang dijual secara ‘online’ dan diperjualbelikan secara bebas itu juga tindakan pelanggaran, kecuali ada mekanisme tertentu di mana pembelian bisa menampilkan resep dokter,” kata Tulus Abadi, Jumat (30/7/2021).
Selain itu, Tulus juga menjelaskan tidak hanya disebut sebagai pelanggaran, bahkan penjualan obat secara bebas dapat berpotensi membahayakan bagi orang yang mengonsumsi.
Pasalnya yang terjadi sekarang, masyarakat hanya meniru obat-obatan yang pernah dikonsumsi salah satu penyintas Covid-19. Lantas, karena dijual bebas di apotek dan online, kemudian siapa pun dengan mudah bisa mendapatkannya.
Baca Juga: Hingga Kini, Polri Sudah Tetapkan 37 Tersangka Kasus Penimbunan Obat Covid-19 dan Tabung Oksigen
“Itu juga merupakan tindakan yang berbahaya karena konsumen yang saya amati itu ‘mengopi’ resep dari pasien Covid-19 dan disebarkan,” jelasnya.
Hal lain yang kemudian terjadi, penjualan obat yang bebas dilakukan tanpa menggunakan resep dokter menyebabkan siapa pun dapat membelinya. Bahkan, terlepas dari positif Covid-19 ataupun tidak.
Itulah yang kemudian dikhawatirkan dapat menjadi celah beraksinya para penimbun obat dan menyebabkan kelangkaan.
YLKI berharap pemerintah bisa memberikan sanksi kepada apotek serta melakukan pemblokiran terhadap iklan penjualan obat tersebut secara daring.
Menurut Tulus, meskipun perilaku konsumen secara psikologis membeli hanya karena risiko tinggi terpapar Covid-19, namun ia menilai penjualannya tidak bisa dilakukan secara sembarangan tanpa resep dari dokter.
Baca Juga: Apotek Keluhkan Margin Obat Covid-19 Kecil, KPPU Usul Pemerintah Evaluasi
Selain itu, dia juga berharap agar Polri, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) lebih gesit lagi dalam upaya penegakan hukum terkait kelangkaan dan penimbunan obat untuk penanganan pasien Covid-19.
Diberitakan sebelumnya, Polisi telah menetapkan 37 orang dari 33 kasus yang berhubungan dengan penimbunan obat serta tabung oksigen terkait pandemi Covid-19.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Rusdi Hartono, Rabu (28/7/2021).
“Sampai saat ini Polri telah menangani 33 kasus yang berhubungan dengan penimbunan obat dan oksigen, serta penjualan obat di atas harga eceran tertinggi yang merupakan tindak pidana,” kata Brigjen Rusdi Hartono.
“Secara keseluruhan ada 37 tersangka. Pada hari ini akan mengekspos perkara. Kita ditemani instansi lainnya untuk menangani semua kasus,” tambahnya.
Dalam keterangannya, Brigjen Rusdi Hartono menyampaikan, pihaknya memang mengerahkan seluruh sumber daya yang ada untuk menangkap pelaku penimbunan obat serta tabung oksigen. Hal ini, sambung Brigjen Rusdi Hartono, dilakukan sebagai komitmen Polri dalam penanganan Covid-19 yang semakin baik.
Baca Juga: Dapat Bantuan Oksigen dari KRI Dr Soeharso-990, Ganjar: Prioritaskan untuk Kebutuhan RS di Semarang
“Polri berkomitmen untuk penanganan Covid berjalan dengan baik, dan menangani secara tuntas perilaku yang tidak baik selama pandemi,” ujarnya.
“Polri terus bekerja secara optimal dan menangani perilaku tak bertanggung jawab selama ini,” lanjutnya.
Sementara itu, Dirjen Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigjen Pol Helmi Santika menambahkan, Polri juga melakukan pengecekan terkait ketersediaan stok obat dan alat kesehatan penunjang terkait Covid-19.
Upaya ini, sambung Brigjen Helmi Santika, dilakukan sebagai bentuk dukungan untuk optimalisasi penanganan Covid-19.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.