JAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK), Albertina Ho, buka suara ketika namanya disebut sebagai salah satu anggota yang terlibat dalam pembuatan Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021.
Diketahui, SK yang ditandatangani oleh Ketua KPK, Firli Bahuri, itu berisi tentang hasil asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK), yakni penonaktifan 75 pegawai KPK yang dianggap tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Baca Juga: Pakar Sebut Jokowi dan Ketua KPK Bisa Digugat Melawan Hukum Jika Tak Taati Rekomendasi Ombudsman
Adalah Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi nonaktif KPK, Hotman Tambunan, yang menyebut Albertina Ho diduga terlibat dalam pembuatan SK penonaktifan 75 pegawai KPK tersebut.
Menanggapi tudingan itu, Albertina Ho mengatakan bahwa dirinya bukanlah pihak yang mencetuskan pembuatan SK Nomor 652 Tahun 2021 tersebut.
"Saya bukan konseptor surat itu. Tolong tanyakan ke humas (hubungan masyarakat) saja, ya," kata Albertina saat dikonfirmasi pada Senin (26/7/2021), seperti dikutip dari Tribunnews.com.
Sebelumnya, Hotman mengungkapkan, bahwa mantan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang itu ikut membuat draf SK 652/2021.
Baca Juga: Seorang Anggota Dewas KPK Dituding Terlibat Pembuatan Surat Penonaktifan 75 Pegawai
Selain itu, Albertina disebut Hotman juga menyupervisi SK 652/2021 dengan meminta 75 pegawai KPK menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung.
"Bahkan ikut membuat draf SK 652, dan supervisi terhadap draf SK 652 ini dilakukan Ibu Albertina Ho, yang meminta kami menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung," kata Hotman dalam jumpa persnya yang dikutip dari Tribunnews.com, Minggu (25/7/2021).
Karena sebab itu, Hotman mengaku tidak kaget ketika mengetahui bahwa Dewas KPK memutuskan enggan melanjutkan aduan 75 pegawai mengenai dugaan pelanggaran etik pimpinan dalam pelaksanaan TWK.
"Maka tentu saja Dewan Pengawas tidak akan melanjutkan ke sidang etik, karena Dewan Pengawas terlibat dalam proses TWK ini," tutur Hotman.
Baca Juga: Novel Baswedan: Keputusan Dewas Tak Lanjutkan Dugaan Pelanggaran Etik Firli Cs Berbahaya untuk KPK
Selain itu, Hotman menuturkan, 75 pegawai KPK berpandangan, alasan Dewas KPK menghentikan pemeriksaan kepada pimpinan KPK soal pelanggaran etik dengan alasan tak cukup bukti terlalu mengada-ada.
Pasalnya, kata Hotman, Dewas KPK memiliki kewenangan penuh untuk mencari bukti dari data awalan saat pengaduan.
"Dewan Pengawas punya posisi yang kuat sebenarnya di internal sebagai lembaga yang ditunjuk untuk mengawasi KPK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya termasuk dalam hal kepegawaian," ucap Hotman.
Lebih lanjut, Hotman menambahkan, ada 24 orang yang mewakili 75 pegawai melakukan pengaduan pelanggaran kode etik oleh pimpinan, namun hanya tiga orang yang diperiksa Dewas KPK.
Baca Juga: ICW Beberkan Sejumlah Indikator Kegagalan Firli Bahuri Memimpin KPK
Padahal, ketiga orang tersebut tidak menguasai pelbagai hal, terutama yang sifatnya rinci dalam pelaksanaan TWK.
“Saya sendiri sebagai konseptor untuk membuat pengaduan ini tidak dilakukan pemeriksaan oleh Dewan Pengawas,” ucap Hotman.
Hotman lantas membandingkan cara pemeriksaan yang dilakukan Dewas KPK sangat berbeda dengan Ombudsman, Komnas HAM, dan pengadilan di mana semua pengadu diperiksa.
Selain cara pemeriksaan, kata Hotman, hasil pemeriksaan Dewas KPK dengan Ombudsman juga berbeda. Padahal, bukti dan data yang disampaikan itu sama.
Baca Juga: Tidak Cukup Bukti, Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan KPK Soal TWK Tidak Lanjut ke Sidang Etik
"Pemeriksaan ketiganya semua pengadu diperiksa dan semua pengadu diberikan kesempatan menjelaskan apa yang ada dalam aduan itu," ujar Hotman.
Sumber : Kompas TV/Tribunnews.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.