JAKARTA, KOMPAS.TV – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyarankan agar Kementerian Kesehatan membatalkan rencana vaksin gotong royong berbayar bagi individu.
Ketua KPK Firli Bahuri menilai penjualan vaksin gotong royong ke individu melalui BUMN PT Kimia Farma, Tbk memiliki risiko tinggi meski sudah dilengkapi dengan Permenkes.
Risiko yang dimaksud, mulai dari sisi medis, kontrol vaksin yang akan membuat reseller atau pengecer bisa bermunculan, efektivitas rendah, hingga jangkauan PT Kimia Farma yang terbatas.
Baca Juga: Vaksin Berbayar Ditunda, Ini Kata Erick Thohir Mulai dari Syarat Hingga Asal Dana Pembelian Vaksin
“KPK tidak mendukung pola vaksin gotong royong melalui Kimia Farma karena efektivitasnya rendah sementara tata kelolanya berisiko,” ujar Firli saat dihubungi KOMPAS TV, Selasa (13/7/2021).
Firli menambahkan, KPK lebih merekomendasi perluasan penggunaan vaksin gotong royong ke individu dengan tata kelola transparansi logistik dan distribusi vaksin yang lebih besar.
Yakni, pertama hanya menggunakan vaksin gotong royong dengan arti tidak boleh menggunakan vaksin hibah baik bilateral maupun skema COVAX.
Hal ini dapat dilakukan dengan dibukanya transparansi data alokasi dan penggunaan vaksin gotong royong. Semisal menggunakan data by name, by address, dan badan usaha.
Baca Juga: Pelaksanaan Vaksin Berbayar Harus Hindari Praktik Permainan Mafia Alat Kesehatan
Kemudian pelaksanaan hanya melalui lembaga atau institusi yang menjangkau kabupaten/kota. Seperti rumah sakit swasta se-Indonesia atau kantor pelayanan pajak.
Menurut Firli, kantor pelayanan pajak memiliki database wajib pajak yang mampu secara ekonomis, atau lembaga lain selain retail seperti Kimia Farma.
Selanjutnya perbaikan logistik vaksin untuk mencegah vaksin mendekati kedaluwarsa dan distribusi lebih merata.
Baca Juga: Kronologi Munculnya Program Vaksinasi Berbayar, Berawal dari Gagasan Ini
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.