Kompas TV nasional politik

Anggota Komisi III DPR Fraksi PPP: Kasus Pelanggaran HAM Jangan Digantung

Kompas.tv - 11 Mei 2021, 21:14 WIB
anggota-komisi-iii-dpr-fraksi-ppp-kasus-pelanggaran-ham-jangan-digantung
Aktivis mengikuti aksi kamisan untuk menuntut penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat, seperti Tragedi Semanggi 1 dan Tragedi Talangsari. (Sumber: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Fadhilah

JAKARTA, KOMPAS.TV – Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, meminta Kejagung tidak terlalu lama menggantung status hukum kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.

Menurutnya, proses yang berlarut, tanpa ada perkembangan berarti ini, kerap membuat keluarga korban kecewa.

Padahal, janji penuntasan pelanggaran HAM ada di program kerja Nawacita Jokowi, sebagaimana dilansir dari laman Kompas.id, Selasa (11/5/2021).

Sebagai penyidik, lanjut Arsul, Kejagung harus segera menentukan sikap hukum terhadap perkara yang sudah diselidiki oleh Komnas HAM.

Ketika memang perkara dianggap tidak layak untuk dilimpahkan ke pengadilan, hal itu harus disampaikan ke masyarakat secara jujur dengan argumen yang kuat. Dengan langkah itulah, masyarakat tidak akan menunggu berlarut-larut.

“Kasus pelanggaran HAM berat ini jangan dijadikan status quo. Kejaksaan Agung harus mengambil sikap, sampaikan pendapat apa rekomendasi mereka. Kalau kasus hanya bolak-balik dari Kejaksaan Agung ke Komnas HAM, yang terjadi hanya silang pendapat terus, tidak ada langkah maju penyelesaian kasus HAM berat,” tutur Arsul.

Baca Juga: Penyidik Ad Hoc Dinilai Bisa Jadi Solusi Atasi Kasus Pelanggaran HAM yang Mandek

Adapun, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Ali Mukartono mengatakan, pihaknya telah melakukan evaluasi terhadap berkas perkara kasus pelanggaran HAM berat.

Kemudian, evaluasi itu telah dilaporkan kepada Menteri Koordiantor Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).

“Kemarin, kami laporkan bahwa tidak ada yang bisa ditindaklanjuti sebelum petunjuk itu dipenuhi Komnas HAM. Nah, ini mau diapakan? Kita menunggu arahan dari Menko Polhukam,” ujar Ali yang juga Wakil Ketua Tim Khusus atau Satuan Tugas Penuntasan Dugaan Pelanggaran HAM berat yang dibentuk Jaksa Agung.

Lebih lanjut, Ali mengatakan, terdapat 13 kasus pelanggaran HAM berat.

Kasus itu adalah 9 kasus pelanggaran HAM berat pada masa lalu dan 4 kasus pelanggaran HAM berat setelah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Rinciannya adalah peristiwa 1965-1966, penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Talangsari Lampung 1998, peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, peristiwa Simpang KKA Aceh 3 Mei 1999, dan peristiwa Jambu Keupok Aceh 2003, serta kasus Paniai tahun 2014.

Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengatakan, pembentukan tim penyidik ad hoc merupakan kewenangan dari Jaksa Agung.

Jadi, sekarang bola penyelesaian hukum kasus HAM masa lalu sepenuhnya ada pada Jaksa Agung. Jika memiliki komitmen untuk merealisasikan amanat UU Pengadilan HAM, Jaksa Agung akan membentuknya.

“Sesuai hak dari Komnas HAM, kami berharap penyelidikan yang sudah diselesaikan oleh kami segera dituntaskan. Semua itu telah menjadi ranah dari aparat penegak hukum, yaitu Kejaksaan Agung. Kami juga menunggu bagaimana strategi penyelesaiannya,” kata Beka.

Selain itu, Beka menambahkan, Komnas HAM merasa penyelidikan yang disusun telah selesai dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi mereka sebagai penyelidik.

Adapun permintaan perbaikan yang diminta kejaksaan bukan lagi menjadi kewenangan Komnas HAM, melainkan kejaksaan.

Baca Juga: Diduga Menjadi Mafia Kasus, Chaerul Amir Dicopot Dari Jabatannya oleh Kejaksaan Agung

 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x