JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) melakukan survei mengenai bagaimana pengaruh Covid-19 terhadap perekenomian para keluarga miskin atau pra-sejahtera.
Riset dilaksanakan pada 7 Januari - 11 Februari 2021 dengan melibatkan 1.013 Kepala Keluarga (KK) miskin yang berdomisili di Jabodetabek, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar sebagai responden.
IDEAS menggunakan metode wawancara tatap muka dengan kuesioner semi terbuka untuk mendapatkan data dari responden.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Direktur IDEAS Yusuf Wibisono memaparkan bahwa sebanyak 97,9 persen responden mengaku perekonomiannya sangat terdampak pandemi.
"97,9 persen yang mengaku ekonominya terdampak merasakan berbagai masalah ekonomi yang mereka hadapi mulai dari turunnya penghasilan keluarga, kehilangan pekerjaan hingga pendidikan anak mereka terlantar," ujar Yusuf dalam pemaparan hasil riset secara virtual, Jumat (30/4/2021).
Rinciannya yakni sebesar 77,2 persen mengaku turunnya penghasilan keluarga, 76,9 persen mengaku kebutuhan pangan keluarga mereka terganggu, dan 32,6 persen kehilangan pekerjaan.
"Yang paling nahasnya lagi, ada sebanyak 11,8 persen mereka yang mengaku bahwa pendidikan anak mereka terlantar. Bahkan ada juga yang mengaku bahwa mereka juga sangat sulit mendapatkan atau memenuhi kebutuhan pangan mereka," kata Yusuf.
Setidaknya sebanyak 80,8 persen keluarga miskin mengaku bahwa mereka sulit mendapatkan kebutuhan pangan seperti tidak mampu membeli daging, membeli ikan, membeli susu, hingga membeli telur.
"Untuk membeli beras atau makanan pokok saja mereka mengaku sulit, ada sebanyak 51,8 persen yang mengaku bahwa mereka sulit membeli beras," ungkap Yusuf.
Baca Juga: 1 Keluarga Miskin Di Kupang Terpaksa Tinggal di Bekas Kandang Ayam
Keluarga miskin juga kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pendidikan anak selama pandemi. Hal ini disebabkan tiga hal utama yakni tidak mampu membeli kuota internet, tidak memiliki gadget, dan tidak mampu membayar biaya pendidikan sekolah.
Tercatat, sebanyak 26,7 persen mengaku mereka tidak memiliki kuota internet sehingga proses belajar anaknya terbengkalai, 15,1 persen tidak memiliki gadget, dan 7,6 persen yang mengaku tidak mampu membayar biaya pendidikan sekolah.
"Sementara ada sebanyak 1,9 persen keluarga miskin yang mengaku bahwa mereka harus memberhentikan sekolah anaknya lantaran sulitnya ekonomi dikarenakan pandemi," ungkap Yusuf.
Sementara itu, IDEAS juga mencatat bahwa keluarga miskin sangat patuh terhadap protokol kesehatan yang berlaku.
Setidaknya sebanyak 97,6 persen responden mengaku mematuhi protokol kesehatan dan hanya 2,4 persen responden yang mengaku tidak patuh protokol kesehatan.
"Dari hasil tersebut kami melihat dengan patuhnya masyarakat akan prokes membuat mereka tidak terkena Covid-19. Sebanyak 99,4 persen responden kami mengaku bahwa anggota keluarganya tidak terkena Covid-19 sama sekali, kalaupun kena, mereka mengakunya hanya sebatas isolasi mandiri saja, tidak terlalu parah," ujar Yusuf.
Protokol kesehatan yang dipatuhi keluarga pra-sejahtera yakni memakai masker, rajin mencuci tangan, menjaga jarak, hingga memakai face shield.
Baca Juga: Belajar dari Kasus di India, Menkes Imbau Warga Patuhi Prokes
"Hanya saja dari jenis protokol kesehatan yang dipatuhi, keluarga miskin paling sulit untuk mematuhi prokes tidak berkerumun. Sementara prokes yang paling mereka patuhi adalah memakai masker dengan persentase sebanyak 97,1 persen," ungkap Yusuf.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.