“Selama itu dianggap biasa di keluarga, pasti akan terbawa keluar,” jelas Kang Maman.
Menurut Kang Maman kebiasaan-kebiasaan menghargai begitu yang harus dijaga betul. Harus dibentuk serta dibiasakan, dan pembiasaannya dimulai dari lingkup paling dekat dan kecil, yakni keluarga.
Kang Maman melanjutkan bahwa perbedaan itu anugerah, dan tidak harus diseragamkan.
Media sosial mestinya menjadi tempat untuk menyatukan perbedaan. Menjadikan keberagaman indah serupa pelangi. Artinya, dalam media sosial tempat untuk saling menghargai satu sama lain.
Bukan kebalikannya, perbedaan melahirkan hate speech.
Dalam program yang sama, Melanie Subono, menyampaikan bahwa edukasi bermedia sosial, selain dalam keluarga, juga harus disampaikan dengan bahasa ringan. Bahasa yang akrab dengan pengguna media sosial.
“Bahasa-bahasa anak sekarang,” kata Melanie.
Baca Juga: Peneliti Ungkap Strategi Terorisme Kini Banyak Sasar Perempuan Milenial, Ini Alasannya
Menurut Melanie, edukasi dalam hal bermedia sosial tidak selalu disampaikan dalam bahasa guru atau menggurui. Tapi menuntun dan memberi contoh.
“Yang pasti anak sekarang tidak suka digurui. Jangan menggurui,” jelas Melanie.
Karena menggurui, kata Melanie, mengarah pada kehendak menyeragamkan. Padahal, masing-masing orang bisa menyimpulkan.
Kata Melanie, sebelumnya kita sudah terbiasa dengan kesimpulan seragam dari keluarga.
Baca Juga: Milenial Rentan Terpapar Radikalisme dan Terorisme, Ahli: Media Sosial Jadi Sarana Penyebaran
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.