“Jadi duitnya itu sebenarnya minus di Anas,” tutur Pasek.
Baca Juga: Partai Demokrat Kubu Moeldoko: SBY dan AHY Playing Victim, Seolah jadi Pihak yang Terzolimi
Selanjutnya soal Hambalang, Pasek menegaskan Anas Urbaningrum sesungguhnya tidak memiliki sangkut paut dengan kasus tersebut. Bahkan, ini diperkuat dengan hasil audit BPK yang menyatakan tidak ada nama Anas dalam kaitan dengan Hambalang.
“Di sinilah peran oknum komisioner KPK, dengan memasukan dakwaan kasus Hambalang dan proyek-proyek lainnya. Jadi bahasa dan proyek-proyek lainnya, ini yang penting tersangka dulu Anas, nanti kita cari, masa sih nggak ada,” kata Pasek.
“Padahal di dalam KUHAP tidak boleh ketidakjelasan di dalam dakwaan orang, persangkaan itu enggak boleh, jadi harus jelas ketika masuk penyidikan di kasus apa dia itu dihukum, tapi nggak ada urusan,” lanjutnya.
Sebagai informasi, Anas Urbaningrum berdasarkan putusan hakim di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terbukti bersalah dalam kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang pada 2010-2012.
Anas divonis 8 tahun pidana penjara dan harus membayar denda Rp300 juta serta membayar uang ganti rugi ke negara Rp 57,5 miliar dalam putusan hakim 24 September 2014.
Kemudian, Anas melakukan banding dan hakim memutus hukuman Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu lebih rendah 1 tahun atau menjadi 7 tahun penjara.
Tidak berhenti di situ, Anas kemudian melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam upaya kasasi ini, Anas Urbaningrum bertemu dengan Artidjo Alkostar, penegak hukum yang dikenal bersih dan memiliki integritas tinggi.
Artidjo yang menjadi Ketua Majelis Hakim menolak permohonan kasasi yang diajukan Anas Urbaningrum. Artidjo kemudian memperberat hukuman Anas Urbaningrum menjadi 14 tahun penjara atau dua kali lipat dari putusan sebelumnya.
Anas Urbaningrum kemudian melanjutkan upaya hukum peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Di tahap ini, putusan hukum Anas Urbaningrum dipangkas dari 14 tahun penjara menjadi 8 tahun penjara pada 30 September 2020.
Hakim yang memutus terdiri atas Sunarto sebagai ketua majelis yang didampingi hakim anggota Andi Samsan Nganro dan Mohammad Askin.
Dan berdasarkan putusan PK Mahkamah Agung RI Nomor 246 PK/Pid.Sus/2018 tanggal 30 September 2020, KPK sudah mengeksekusi putusan tersebut.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.