JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak hanya menghapus limbah batu bara dari kategori bahan beracun dan berbahaya (B3). Kini hasil penyulingan sawit atau spent bleaching earth (SBE) juga tak lagi masuk dalam kategori limbah B3.
Aturan itu tercatat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Beleid itu sah pada 02 Februari 2021.
Hukum ini merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Omnibus Law tentang Cipta Kerja.
Baca Juga: Presiden Jokowi Keluarkan Limbah Batu Bara dari Kategori Berbahaya, Pengamat: Bahayakan Masyarakat
SBE masuk dalam kategori limbah nonB3 pada lampiran XIV PP 22/2021.
"Proses industri oleochemical dan/atau pengolahan minyak hewani atau nabati yang menghasilkan SBE hasil ekstraksi (SBE Ekstraksi) dengan kandungan minyak kurang dari atau sama dengan 3 persen," demikian penjelasan soal limbah SBE dalam aturan itu.
Beleid ini mengubah aturan sebelumnya pada PP 101 Tahun 2014. PP itu sah pada zaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam PP 101/2014, limbah penyulingan sawit masuk dalam kategori B3.
SBE saat ini sering dibuang begitu saja di tanah. Mengutip sebuah makalah di AIP Conference Proceedings, limbah penyulingan sawit ini dapat menyebabkan polusi berat air dan udara.
“Di Malaysia, praktik umum saat ini adalah pembuangan SBE di tempat pembuangan sampah, yang menyebabkan kebakaran dan bahaya polusi karena degradasi minyak sisa di dalamnya, serta emisi gas rumah kaca (GRK),” tulis makalah itu.
Baca Juga: Ini Tanggapan Wali Kota Solo Gibran Soal Seruan Jokowi Benci Produk Asing: Dukung Produk Lokal Saja
Putusan Jokowi ini tak terlepas dari desakan pengusaha. Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) meminta pada Jokowi untuk mengeluarkan limbah sawit itu dari kategori B3 pada Juli 2020.
“Kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menetapkan SBE menjadi limbah B3, jelas menambah beban pelaku usaha industri pemurnian minyak sawit di Indonesia," ujar Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Senin (20/7/2020), dikutip dari Kontan.
Menurut Sahat, SBE memiliki potensi pengolahan menjadi produk bernilai tinggi yaitu recovered oil (R-oil). Limbah sawit ini juga dapat menghasilkan pengganti pasir bahan bangunan, bahan pupuk mikronutrisi, pelapis dasar jalan raya, bahan baku keramik, penggunaan ulang bahan baku bleaching earth, dan bahan baku semen.
Sebelumnya, pihak KLHK sepakat bahwa SBE dapat dimanfaatkan. Namun, ia menyatakan SBE tetap sebagai bahan berbahaya dan beracun.
Baca Juga: Masyarakat Biak Papua Marah Tolak Tawaran Presiden Jokowi pada Elon Musk
“Kami punya prinsip yaitu sekarang cradle to cradle, jadi artinya limbah B3 itu sebaiknya adalah dimanfaatkan. Bukan untuk dimusnahkan, bukan hanya sekedar ditimbun di land fill,” Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati, Selasa (23/6/2021).
Penelitian di KLHK menemukan, ada sekitar 778 ribu ton SBE pada 2019. Jumlah limbah ini mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya dan menjadi polusi.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.