JAKARTA, KOMPAS TV - Kementerian agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) memprediksi UU Cipta Kerja akan semakin memperbesar potensi alih fungsi lahan sawah.
Sebab, adanya UU Cipta Kerja akan membuat peningkatan aliran modal asing masuk ke Indonesia.
Dengan begitu, modal dari luar itu akan semakin mendorong pembangunan infrastruktur di Tanah Air.
Baca Juga: Kementerian ATR-BPN Berkomitmen Berantas Mafia Tanah
Karenanya, bisa dipastikan nantinya akan membutuhkan lahan yang cukup besar, sehingga alih fungsi lahan persawahan tidak bisa dihindari.
Kasubdit Pengendalian Alih Fungsi Lahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Vevin Syoviawati Ardiwijaya, mengungkapkan sebelum UU Cipta Kerja diterapkan, Indonesia mengalami indikasi penuruan lahan sawah sebanyak 150 ribu hektare per tahunnya.
"Sebelum UU Cipta Kerja ini terbit sudah ada indikasi penurunan lahan sawah 150 ribu hektare (Ha) per tahunnya," kata Vevin dalam sebuah diskusi pada Senin (22/2/2021).
Baca Juga: Puluhan Rumah dan Ratusan Hektar Sawah di Lumajang Terendam Banjir
"Dengan uu ini (Cipta Kerja) tentu saja alih fungsi lahan semakin besar lagi karena banyak sekali PSN (Proyek Strategis Nasional) dan kepentingan umum yang dibangun di sawah."
Namun demikian, Vevin mengakui dirinya belum mengantongi perkiraan berapa jumlah penambahan luasan lahan sawah yang akan beralih akibat pemberlakuan uu itu.
Sementara itu, Direktur Pengendalian Hak Tanah, Alih Fungsi Lahan, Kepulauan dan Wilayah Terluar Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Asnawati, mengatakan akan ada sekitar 90 ribu hektare lahan sawah yang berpotensi hilang per tahun.
Baca Juga: Jokowi Keluarkan Instruksi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
Asnawati membeberkan, lahan sawah yang beralih fungsi menjadi lahan non sawah biasanya terjadi untuk kawasan pemukiman dan industri.
Asnawati menuturkan, pihak BPN mencatat untuk memenuhi kebutuhan kawasan pemukiman dan industri, membutuhkan lahan seluas 150 ribu hektare per tahun.
Sebaliknya, kondisi demikian ternyata tidak sebanding dengan kemampuan cetak sawah baru, yakni hanya mencapai 60 ribu hektare per tahun.
"Jika kami bandingkan, cetak sawah baru dengan alih fungsi lahan sawah ke non-sawah, jauh dari kata seimbang," ucap Asnawati.
Baca Juga: Nurdin Abdullah : Longsor DI Wara Barat Akibat Alih Fungsi Lahan
"Dengan sendirinya akan ada potensi kehilangan lahan sawah 90 ribu hektare per tahunnya."
Menurut Asnawati, tingginya kebutuhan kawasan pemukiman karena adanya pertambahan jumlah penduduk, sehingga menyebabkan kebutuhan lahan untuk pemukiman juga terus meningkat.
Selanjutnya, Asnawati menambahkan, faktor lain yang menyebabkan maraknya alih fungsi lahan sawah karena ketersediaan air yang cukup melimpah.
Baca Juga: Sofyan Djalil: BPN Tidak Akan Pernah Menarik Sertifikat Fisik
Kemudian, ketersediaan akses jalan menuju lokasi, dan beralihnya pekerjaan para petani menjadi tenaga kerja di sektor industri.
Kondisi demikian, menurut Asnawati, akan menimbulkan kerentanan lahan sawah nasional. Karena itu, perlunya pengendalian alih fungsi lahan.
"Pengendalian alih fungsi lahan sawah sangat diperlukan, ini harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah," ucap Asnawati.
Baca Juga: Alih Fungsi Lahan Lereng Argopuro Diduga Penyebab Banjir dan Longsor
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.