JAKARTA, KOMPAS.TV- Pernyataan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang menyatakan ada gerakan pengambilalihan paksa kepeimpinan partai berbuntut panjang.
Internal partai pun memanas, bahkan ada tudingan yang menyebut Dewan Pimpinan Pusat (DPP) selalu memungut iuran ke Dewan Pimpinan Cabang (DPC).
Mantan Ketua Komisi Pengawas Partai Demokrat Ahmad Yahya mengatakan, para senior Demokrat juga menerima aduan bahwa selama kepemimpinan AHY, DPP Partai Demokrat meminta dan memungut iuran dari tiap fraksi di DPD dan DPC Demokrat di daerah sehingga menambah beban partai di daerah.
Dia pun menilai langkah tersebut sebelumnya tidak pernah terjadi di era Ketua Umum Partai Demokrat sebelumnya yaitu Budi Santoso, alm Hadi Utomo, dan Anas Urbaningrum.
Baca Juga: Mahfud MD: Sulit Dipercaya Partai Demokrat Bisa Dikudeta
“Lalu proses penentuan pasangan calon kepala daerah di provinsi, kabupaten/kota yang diusulkan Demokrat pada era Ketua Umum sebelumnya, diserahkan penuh kepada pengurus DPD dan DPC. Namun saat ini sepenuhnya ditarik ke DPP dan tidak memperhatikan usulan atau aspirasi daerah khususnya kabupaten/kota,” kata Ahmad Yahya saat membacakan sikap pendiri dan senior Partai Demokrat dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (2/2/2021).
Melansir antaranews.com, para pendiri dan senior Partai Demokrat pun akhirnya ikut memberikan respon terkait polemik internal.
Ahmad Yahya juga mengatakan pernyataan AHY yang melibatkan pihak eksternal partai adalah langkah tidak tepat.
“Untuk meluruskan pernyataan AHY yang melibatkan eksternal adalah tidak tepat, padahal ini urusan internal partai,” kata Ahmad Yahya didampingi para mantan Wakil Sekjen Partai Demokrat yaitu M. Darmizal, Yus Sudarso, Sofwatillah Muzaid, dan Tri Yulianto yang ikut hadir dalam acara tersebut.
Baca Juga: Di Tengah Isu Kudeta Partai Demokrat, Muncul Foto Moeldoko Cium Tangan SBY
Menurutnya, para pendiri dan senior Partai Demokrat telah mendengarkan dan mengkaji pengaduan serta keluh kesah kegundahan kekecewaan para kader di daerah terkait pelaksanaan Kongres Demokrat pada Maret 2020.
Dia menjelaskan, para kader tersebut menilai Kongres tersebut menghasilkan demokrasi semu, cacat hukum karena tidak sesuai dengan Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat.
"Tidak memenuhi tata cara Kongres partai, tidak ada LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban), terkesan kongres jadi-jadian, pengangkatan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono dipaksakan," ujarnya.
Ahmad Yahya menjelaskan, harapan kader Demokrat secara khusus adalah tantangan meningkatnya ambang batas parlemen menjadi 7 persen namun faktanya perolehan suara partai tersebut dalam dua kali Pemilu terakhir terus menurun.
Baca Juga: Janji Uang dalam Isu Kudeta Partai Demokrat
“Fakta lain adalah hasil Pilkada banyak yang gagal sehingga kader Demokrat di daerah berharap dapat dipimpin figur yang sudah matang, memiliki ekstra kemampuan kepemimpinan, pengalaman dan ketokohan untuk mengembalikan kejayaan Demokrat seperti di tahun 2009,” papar dia.
Ahmad Yahya juga menjelaskan terkait kedudukan Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat, itu bukan hal yang inkonstitusional namun telah diatur dalam AD/ART partai.
Menurut dia, usulan KLB sepenuhnya adalah hak DPC dan DPD Partai Demokrat sebagai pemegang hak suara sedangkan DPP hanya memiliku satu hak suara.
"Apabila dilarang atau jadi hal tabu (KLB) maka tentu yang melarang tidak memahami aturan dan asas demokrasi," ujarnya.
Baca Juga: Moeldoko Tanggapi Tudingan AHY Soal Keterlibatan Istana dalam Isu Kudeta di Partai Demokrat
Dia menegaskan bahwa KLB adalah konstitusional karena sudah diatur AD/ART sebagai salah satu alternatif untuk menguji kemampuan atau kepiawaian seseorang dalam membesarkan partai.
“Dengan adanya aturan itu maka Ketua Umum harus hati-hati dalam menjalankan tugasnya agar tidak terjadi usulan KLB,” tandas Ahmad Yahya.
Atas kondisi yang tengah melanda Partai Demokrat, lanjut Ahmad Yahya, kader Demokrat secara umum berharap adanya perubahan lebih baik ke depan.
Selain itu Demokrat dapat kembali menjadi partai besar serta kesan negatif sebagai parpol ekslusif dan milik keluarga harus dihilangkan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.