JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang dengan terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari hari ini, Rabu (30/9/2020).
Sidang beragendakan pembacaan nota keberatan atau eksepsi dengan terdakwa Jaksa Pinangki.
"Persidangan berjalan seperti biasanya, agendanya adalah eksepsi dari penasehat hukum terdakwa atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum," kata Humas PN Jakarta Pusat Bambang Nurcahyono, Rabu (30/9/2020), dikutip dari Tribunnews.com.
Baca Juga: Jaksa Pinangki Disebut Dapat Perlakuan Khusus Selama di Tahanan, Bisa Olahraga Sesuka Hati
Jaksa Pinangki keberatan didakwa menerima suap 500 ribu dolar AS atau sekitar Rp 7,4 miliar oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung.
Tim kuasa hukum Pinangki, Aldres Napitupulu, menyampaikan hal-hal yang janggal di dalam surat dakwaan.
Satu di antaranya mengenai tuduhan di mana dalam dakwaan kesatu dituduh menerima sejumlah uang, tapi dalam dakwaan ketiga dituduh bermufakat jahat.
"Mengenai tuduhan kepada Ibu Pinangki di mana dalam dakwaan kesatu dituduh menerima sejumlah uang, tapi dalam dakwaan ketiga dituduh bermufakat untuk memberi uang tersebut kepada pejabat yang tidak disebutkan siapa dan apa jabatannya," kata Aldres.
"Dakwaan juga tidak berdasarkan dengan alat bukti yangg cukup," sambungnya.
Baca Juga: Disebut Video Call dengan Djoko Tjandra Pakai HP Jaksa Pinangki, Begini Penjelasan ST Burhanuddin
Sebelumnya dalam dakwaan JPU, Jaksa Pinangki didakwa menerima uang senilai 500 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA).
Hal ini dilakukan agar Djoko Tjandra bisa lepas dari eksekusi pidana penjara kasus hak tagih Bank Bali.
“Terdakwa Pinangki Sirna Malasari telah menerima pemberian atau janji berupa uang USD500.000 dari sebesar USD1.000.000 yang dijanjikan Djoko Soegiarto Tjandra sebagai pemberian fee," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kemas Roni membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/9/2020).
Pemberian suap terhadap Pinangki dilakukan untuk mengurus fatwa hukum di Mahkamah Agung.
Hal itu agar Djoko Tjandra tidak bisa dieksekusi dalam kasus hak tagih Bank Bali, sehingga bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana penjara.
Pinangki didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, Pinangki juga didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Terakhir untuk pemufakatan jahat, Pinangki didakwa melanggar Pasal 15 Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 88 KUHP.
Baca Juga: Sidang Dakwaan Jaksa Pinangki: Terima Rp 7,4 Miliar, 3 Pasal Berlapis hingga Pemufakatan Jahat
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.