JAKARTA, KOMPAS.TV - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers bersama Liputan6.com melaporkan dugaan kejahatan digital terhadap jurnalis cek fakta Liputan6.com ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya, Senin (21/9/2020).
"Kejahatan digital yang dialami jurnalis cek fakta Liputan6.com berupa serangan doxing atau pelacakan dan pembongkaran data identitas seseorang dengan tujuan negatif dilancarkan terkait karya jurnalistik korban," ujar Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin dalam keterangannya di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin.
Baca Juga: Digitalisasi Solusi Bagi koperasi Bertahan Di Masa Pandemi
Menurut Ade, laporan Liputan6.com yang telah terdaftar dengan Nomor: LP/5604/IX/YAN.2.5./2020/SPKT PMJ itu berawal dari artikel cek fakfa tersebut dipublikasikan pada 10 September 2020.
Sehari kemudian, pelaku melancarkan serangan dengan mempubikasikan data-data pribadi korban di sejumlah akun media sosial, termasuk Instagram dan Telegram.
"Foto pribadi Jurnalis Liputan6.com diambil tanpa izin, diubah menjadi animasi, untuk mendeskreditkan korban," tutur Ade.
Kemudian, pada 13 September 2020, pelaku juga mengambil tanpa izin karya jurnalistik pewarta foto
Liputan6.com.
Ade mengatakan, pelaku mengubahnya untuk melancarkan serangan pada korban dan pada instusi media serta para jurnalis secara keseluruhan.
“Kami sudah melaporkan pelaku penyebaran informasi data pribadi jurnalis Liputan6.com dan perubahan dokumen elektronik milik Liputan6.com,” kata Ade, menegaskan.
“Laporan ini adalah bentuk salah satu perlawanan kami pada tindakan-tindakan yang mengintimidasi media atau jurnalis,” imbuhnya.
Baca Juga: Presiden Jokowi: TNI-Polri Harus Adaptif Hadapi Kejahatan Siber
Ade menambahkan, LBH Pers berharap jurnalis lain yang mendapat serangan serupa, baik doxing maupun perubahan dokumen elektronik untuk melaporkan tindakan tersebut ke aparat penegak hukum.
“Agar pelaku mendapatkan efek jera. Kerja jurnalis adalah untuk kepentingan publik yang dilindungi UU Pers,” katanya.
Sementara itu, Pemimpin Redaksi Liputan6.com Irna Gustiawati mengatakan, pelaporan ke pihak kepolisian
dilakukan setelah mengadukan kasus tersebut kepada Komnas HAM pada 15 September 2020 lalu.
Dalam pertemuan tersebut, Komnas HAM menyebut, doxing terhadap korban termasuk kejahatan digital yang melanggar hak asasi manusia.
Faktanya, menurut Irna, serangan yang dilakukan pelaku tak hanya berdampak pada korban, tapi juga keluarganya, khususnya istri dan anak yang masih balita.
"Pelaporan ke polisi pun dilakukan dengan menyertakan sejumlah bukti," kata Irna, menegaskan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.