Dengan tak sekolah, Nadiem menuturkan, banyak anak mengalami kekerasan di rumah yang tidak terdeteksi oleh guru.
Baca Juga: Ada Pandemi Covid-19, Nadiem Makarim: Enggak Boleh Ada yang Drop Out, Mahasiswa Harus Terus Sekolah
“Ada ancaman peningkatan kekerasan anak, stres di dalam rumah karena tak bertemu teman. Ini bisa berdampak psikologis," ujarnya.
Sementara risiko eksternal yakni, ketika anak tidak lagi datang ke sekolah, terdapat peningkatan risiko terjadinya pernikahan dini, eksploitasi anak terutama perempuan dan kehamilan pada remaja.
Karenanya, untuk mencegah terjadinya dampak negatif tersebut akibat pembelajaran jarak jauh, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan dua kebijakan baru.
Pertama, perluasan pembelajaran tatap muka untuk wilayah zona kuning. Artinya, pelaksanaan pembelajaran tatap muka diperbolehkan untuk semua jenjang pendidikan yang berada di zona hijau dan kuning.
Baca Juga: Respons NU dan Muhammadiyah Setelah Nadiem Makarim Minta Maaf Soal Polemik POP Kemendikbud
Kedua, Kemendikbud mengeluarkan kebijakan kurikulum darurat (dalam kondisi khusus). Artinya, sekolah diberikan fleksibilitas untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa.
Meskipun Kemendikbud mengeluarkan kurikulum darurat, satuan pendidikan tidak wajib mengikuti kurikulum tersebut.
Kemendikbud menyediakan tiga opsi: Pertama, tetap menggunakan kurikulum nasional 2013. Kedua, menggunakan kurikulum darurat (dalam kondisi khusus). Ketiga, melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri.
"Bagi yang membutuhkan standar lebih sederhana, boleh menggunakan kurikulum darurat. Tetapi, opsi menggunakan kurikulum darurat tidak dipaksa," ujar Nadiem.
Baca Juga: Komnas HAM Minta Menteri Nadiem Evaluasi Kebijakan Biaya Kuliah Penuh di masa Pandemi
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.