JAKARTA, KOMPAS TV - Peringatan musibah tsunami Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004, selalu menjadi momen yang mendalam dan penuh penghormatan bagi masyarakat Aceh dan dunia.
Peristiwa tragis yang terjadi 19 tahun silam tersebut dipicu oleh gempa bumi dengan magnitudo 9,3 SR di dasar Samudera Hindia, menyebabkan gelombang tsunami setinggi diperkirakan 30 meter dan menelan lebih dari 220.000 korban jiwa.
Meskipun waktu telah berlalu, ingatan akan musibah ini tetap hidup di hati masyarakat Indonesia, terutama masyarakat di Aceh. Sejumlah tempat di Tanah Rencong yang menjadi saksi bisu dari kehancuran yang melanda Serambi Mekkah.
Berikut adalah 7 lokasi yang dapat digunakan untuk mengenang tsunami Aceh.
Masjid Raya Baiturrahman menjadi saksi bisu dari musibah tsunami Aceh. Pada saat terjadinya peristiwa tsunami di tahun 2004, masjid tersebut telah berperan sebagai salah satu tempat perlindungan bagi warga setempat, mengingat banyak bangunan di sekitarnya yang hancur akibat terjangan tsunami.
Masjid Raya Baiturrahman tidak hanya menjadi simbol keagamaan, tetapi juga menjadi tempat perlindungan dan keberdayaan dalam menghadapi bencana alam yang menghancurkan.
Keberadaan masjid ini selama peristiwa tsunami memberikan perlindungan fisik dan spiritual bagi warga yang mencari perlindungan di tengah kekacauan dan kehancuran sekitarnya.
Mengutip informasi dari situs Indonesia.go.id, pada tahun 2015, pemerintah melakukan pemugaran pada Masjid Raya Baiturrahman. Upaya pemugaran ini juga dapat diartikan sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk memelihara dan memperindah Masjid Raya Baiturrahman yang merupakan salah satu landmark bersejarah di Aceh,
Perubahan yang terlihat juga terjadi pada halaman depan Masjid Raya Baiturrahman. Area yang awalnya berupa hamparan rumput kini telah mengalami transformasi menjadi lantai marmer putih yang elegan.
Dalam perubahan ini, terdapat tambahan estetika dengan adanya 12 payung raksasa yang menonjol, di mana enam di antaranya berada di sisi selatan dan enam lainnya di sisi utara.
Desain payung ini mirip dengan Masjid Nabawi di Madinah. Saat payung ini dikembangkan, bentangan payung ini mencapai 14 meter, menciptakan kanopi raksasa yang memberikan nuansa unik dan modern pada halaman masjid tersebut.
Baca Juga: Kisah Anak Korban Tsunami Aceh Lolos Jalur Prestasi UGM, Orang Tua Galau Biayai Ongkos Perjalanan
Museum Tsunami Aceh telah menjadi destinasi yang wajib dikunjungi untuk mengenang peristiwa tsunami Aceh.
Museum ini tidak hanya menampilkan koleksi foto-foto peristiwa tsunami yang terjadi 20 tahun yang lalu, tetapi juga memberikan pengunjung pengalaman mendalam dengan merasakan kembali detik-detik munculnya gelombang tsunami yang menghancurkan Serambi Mekkah.
Museum Tsunami Aceh menjadi tempat yang berarti untuk refleksi, edukasi, dan peringatan bagi masyarakat dan pengunjung mengenai dampak bencana besar tersebut.
Museum Tsunami Aceh terbagi menjadi empat lantai, dengan masing-masing lantai memiliki empat hingga lima zona. Meskipun demikian, lantai paling atas tidak terbuka untuk umum dan akan dibuka hanya untuk evakuasi jika terjadi tsunami.
Salah satu ruangan yang paling sakral di Museum Tsunami Aceh adalah Sumur Doa. Ruangan ini memiliki bentuk lingkaran dan langit-langit yang tinggi.
Di dinding ruangan tersebut, terdapat tulisan 3.600 nama korban tsunami Aceh, menciptakan atmosfer yang mengingatkan dan menghormati mereka yang telah kehilangan nyawa dalam peristiwa tersebut.
Museum ini terletak di Jalan Sultan Iskandar Muda, Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh. Mengutip dari laman wisataaceh.id, berikut adalah jadwal buka Museum Tsunami Aceh:
- Pukul 09:00 – 12:00 WIB
- Pukul 14:00 – 16:00 WIB
- Tutup
- Pukul 09:00 – 12:00 WIB
- Pukul 14:00 – 16:00 WIB
- Usia di bawah 5 tahun: Gratis
- Anak-anak dan Pelajar: Rp 3.000
- Dewasa: Rp 5.000
- Wisatawan Mancanegara: Rp 15.000
Harga tiket masuk ini telah ditentukan berdasarkan Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2021 tentang retribusi Aceh.
Pastikan untuk memeriksa jadwal buka dan harga tiket terkini sebelum mengunjungi Museum Tsunami Aceh, karena bisa saja terdapat perubahan.
Salah satu tempat yang mengingatkan pada kehancuran hebat akibat tsunami Aceh pada 2004 adalah kuburan massal.
Sebagaimana dilansir oleh Kompas.com (2/10/2010), terdapat banyak lokasi kuburan massal untuk korban tsunami Aceh, mengingat jumlah korban meninggal dunia mencapai hingga 280.000 orang.
Meskipun ada banyak lokasi pemakaman massal yang tersebar di berbagai wilayah, lokasi terbesar terdapat di Lambaro, Lhok Nga, Siron, dan Ulee Lheu.
Kuburan massal ini menjadi simbol penghormatan dan peringatan bagi mereka yang kehilangan nyawa dalam bencana tersebut.
Kuburan massal korban tsunami Aceh sering kali menjadi tempat yang dikunjungi oleh para peziarah.
Di samping keluarga korban yang datang untuk mengenang orang-orang yang mereka cintai, para peziarah juga mencakup masyarakat umum dan bahkan turis asing.
Kedatangan mereka menjadi wujud simpati dan penghormatan terhadap musibah besar yang dialami oleh Aceh pada tahun 2004.
Hantaman tsunami Aceh pada tahun 2004 begitu dahsyat sehingga sebuah kapal kayu milik nelayan terdampar dan menimpa rumah warga.
Mengutip dari Kompas.com (7/9/2011), kapal kayu berukuran 18 meter ini menimpa rumah warga di Desa Gampong Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh. Kapal tersebut kemudian dikenal sebagai Kapal Lampulo.
Sampai sekarang, posisi kapal tersebut dipertahankan dalam keadaan utuh, mirip dengan kondisi awal setelah tsunami melanda. Kapal yang berada di atas rumah tersebut menjadi sebuah monumen yang mengingatkan pada musibah tsunami Aceh.
Lokasi ini juga menjadi daya tarik bagi banyak wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, yang datang untuk melihat langsung saksi bisu dari kejadian tsunami Aceh tersebut.
Baca Juga: Cerita Peziarah Tak Temukan Jasad Kerabat Korban Tsunami Aceh 17 Tahun Silam
Kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung menjadi saksi bisu peristiwa tsunami Aceh 2004 dan kini berfungsi sebagai lokasi wisata edukasi yang dikenal sebagai Museum Kapal PLTD Apung.
Sebagaimana yang dilansir oleh Kompas.com (25/10/2021), saat tsunami melanda, Kapal PLTD Apung berada di Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh.
Meskipun gelombang setinggi sembilan meter menghantam, kapal ini terseret hingga lima kilometer ke pusat kota Banda Aceh dalam kondisi utuh.
Berdasarkan kisah tersebut, pemerintah memutuskan untuk menjadikan kapal yang memiliki panjang 63 meter dan berat 2.600 ton sebagai museum.
Lokasinya berada di Desa Punge, Blancut, Banda Aceh. Di bagian atas kapal, terdapat jam bundar yang menunjukkan waktu dan tanggal peristiwa tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 pukul 07.55 WIB. Sementara di bagian bawah kapal, terdapat prasasti yang berisi nama-nama korban jiwa dari lima dusun.
Di bagian belakang kapal, terdapat relief yang menggambarkan bagaimana Kapal PLTD Apung terdampar, sedangkan di sekitar kapal terlihat bangunan rumah yang hancur akibat terkena tsunami.
Museum ini menjadi tempat yang mengharukan dan bersejarah, menyampaikan cerita yang mendalam tentang kekuatan alam dan ketahanan manusia dalam menghadapi bencana.
Baca Juga: Hadiri Peringatan 17 Tahun Tsunami Aceh, Ridwan Kamil Cerita saat Rancang Museum Tsunami Aceh
Monumen Aceh Thanks to The World, yang terletak di lapangan Blang Padang, Kota Banda Aceh, adalah simbol terima kasih masyarakat Aceh kepada para relawan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga tinggi negara, perusahaan, sipil, dan tentara dari dalam dan luar negeri yang ikut berpartisipasi dalam rekonstruksi Aceh pasca bencana tsunami.
Berdasarkan informasi dari laman Disbudpar Aceh, monumen ini juga menyertakan prasasti dan pohon persahabatan untuk setiap negara yang berkontribusi.
Prasasti-prasasti tersebut mencakup nama negara, bendera negara, serta ucapan terima kasih dan pesan perdamaian dalam bahasa masing-masing negara yang terlibat.
Jumlah total prasasti yang ada di Lapangan Blang Padang mencapai 53, menunjukkan apresiasi masyarakat Aceh terhadap semua pihak yang turut membantu dalam upaya pemulihan Aceh setelah tsunami.
Monumen ini menjadi simbol persatuan dan terima kasih, serta menggambarkan semangat kebangkitan dan kerjasama antarbangsa.
Desa Lampuuk, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, merupakan salah satu lokasi yang mengalami kerusakan parah akibat hantaman tsunami 14 tahun yang lalu.
Meskipun begitu, Masjid Rahmatullah Lampuuk tetap berdiri kokoh di tengah reruntuhan bangunan lainnya. Dalam foto yang menjadi viral, terlihat masjid ini sebagai simbol ketahanan dan keberlanjutan, berjarak hanya sekitar 500 meter dari bibir Pantai Lampuuk.
Baca Juga: Cerita Asep, Polisi yang Hilang karena Tsunami Aceh 2004 Ditemukan di RSJ
Masjid ini, yang awalnya dibangun pada tahun 1990, mengalami renovasi menyeluruh setelah musibah tsunami. Meskipun direnovasi, beberapa kerusakan dipertahankan sebagai bentuk kenangan dan penghormatan terhadap peristiwa tragis tersebut.
Patahan dari pilar masjid, batu karang yang terbawa oleh air tsunami, dan beberapa puing lainnya masih tetap dipertahankan.
Masjid Rahmatullah Lampuuk tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah, tetapi juga menjadi destinasi wisata religi yang penting untuk mengenang musibah tsunami Aceh dan menunjukkan semangat pemulihan dan keberlanjutan komunitas setempat.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.