Baca Juga: Pakai Google Maps Demi Hindari Macet, Mobil Pemudik Malah Terjun ke Jurang Sedalam 15 Meter
Tak segan dirinya menumpang pesawat terbang milik industrialis Patnaik yang saat itu menjadi blockade runner, untuk menembus blokade yang dipasang Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, Sulianti memfokuskan diri pada dunia kedokteran. Dirinya bekerja di Kementerian Kesehatan berturut-turut dari 1951-1961. Ia menjabat sebagai:
• Kepala Bagian Kesejahteraan Ibu dan Anak
• Kepala Bagian Hubungan Luar Negeri
• Wakil Kepala Bagian Pendidikan Kepala
• Bagian Kesehatan Masyarakat Desa dan Pendidikan Kesehatan Rakyat
• Kepala Planning Board
Pada 1967, Sulianti diangkat menjadi Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan dan Pembasmian Penyakit Menular (P4M) merangkap Ketua Lembaga Riset Kesehatan Nasional.
Tahun 1975, Sulianti berhenti sebagai Dirjen P4M dan menjadi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Setelah pensiun pada 31 Desember 1978 menjadi staf ahli Menteri Kesehatan.
Prof Dr Saroso juga menerima beasiswa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mempelajari sistem kesehatan ibu dan anak di seluruh Eropa.
Dirinya mendapat izin Administrasi Kesehatan Rakyat dari Universitas London. Sekembalinya dari luar negeri, Sul membawa banyak gagasan mengenai kesehatan ibu dan anak.
Terutama untuk pengendalian angka kelahiran melalui pendidikan seks dan gerakan Keluarga Berencana (KB).
Dalam buku People, Population, and Policy in Indonesia (2004) karya H Hull, Sulianti meminta pemerintah untuk membuat keputusan yang mendukung penggunaan kontrasepsi demi kesehatan masyarakat.
Namun hal tersebut membuat geram beberapa tokoh, termasuk Muhammad Hatta yang saat itu sebagai Wakil Presiden.
Meski gagasan ekonominya maju, diskusi mengenai hal tersebut dianggap kurang tepat dan kurang wajar jika digunakan dalam komunikasi massa.
Bung Hatta meminta Sul tidak lagi mendiskusikan hal tersebut. Bahkan dirinya juga mendapat peringatan dari Menteri Kesehatan yang mendapat teguran dar Presiden Sukarno.
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Sukarno tidak serta merta menolak, hanya saja dirinya cukup berhati-hati di tengah ketegangan politik mengenai pelanggaran moral atas KB.
Mulai saat itu, Sulianti bekerja dengan perlahan dan hati-hati, sehingga banyak Yayasan Kesejahteraan Keluarga berdiri untuk membuka akses pengaturan kehamilan serta kesehatan ibu dan anak.
Program Keluarga Berencana yang dipelopori Sulianti akhirnya mendapat tempat pada masa Orde Baru. Dedikasinya dalam kesehatan sampai di telinga WHO.
Baca Juga: Update Medali SEA Games 2023: Kamboja Turun Peringkat, Indonesia Tergelincir di Posisi Kelima
Sulianti diangkat menjadi anggota badan eksekutif dan Ketua Health Assembly (Majelis Kesehtan) yang berhak menetapkan dirjen WHO.
Selama 25 tahun pertama WHO, hanya ada dua perempuan terpilih sebagai Presiden Majelis Kesehatan Dunia, yaitu Rajkumari AMrit Kaur dari India dan Julie Sulianti Saroso dari Indonesia.
Setelah karir yang panjang dan sukses di bidang kesehatan masyarakat, Prof. Dr. Saroso mulai mengajar di Universitas Airlangga pada tahun 1969 dan membantu melatih generasi dokter dan petugas kesehatan berikutnya.
Prof. Dr. Sulianti Saroso tutup usia pada 29 April 1991 dan dimakamkan di Karet, Jakarta.
Sumber : Kompas TV, Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.