UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU No 30 Tahun 2002 KPK
Pasal 70B: Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Bagian menimbang:
Bahwa ketentuan mengenai pengisian keanggotaan sementara pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk mengatasi timbulnya kegentingan yang diakibatkan terjadinya kekosongan keanggotaan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 33A:
Pasal 33B:
Masa jabatan anggota sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33A ayat (1) berakhir pada saat:
Berdasarkan kajian atas UU No. 1 tahun 2015 yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Februari Tahun 2015, dibandingkan dengan UU Nomor 30 tahun 2002 yang telah diubah dengan UU Nomor 19 tahun 2019 Perubahan Kedua UU Nomor 30 tahun 2002, yang diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 2019, dan secara khusus mengenai pergantian pimpinan KPK karena telah ditetapkan sebagai tersangka dan diberhentikan sementara, dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Prosedur pergantian pimpinan KPK dimaksud telah diatur dalam UU Nomor 30 tahun 2002 sebagaimana telah dicantumkan dalam Pasal 32 ayat (2) sebagai berikut:
Dalam hal Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya.
Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia.
Pasal 33, (1) Dalam hal terjadi kekosongan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik Indonesia mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2) Prosedur pengajuan calon pengganti dan pemilihan calon anggota yang bersangkutan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31.
2. Bahwa pada Bagian Menimbang huruf c UU Nomor 1 tahun 2015 yang menyatakan, ketentuan mengenai pengisian keanggotaan sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adalah tidak benar sehubungan dengan ketentuan Pasal 33 UU Nomor 30 tahun 2002
3. Ketentuan pergantian pimpinan KPK karena diberhentikan sementara berdasarkan Pasal 33 A ayat (1) menyatakan bahwa:
Dalam hal terjadi kekosongan keanggotaan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyebabkan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berjumlah kurang dari 3 (tiga) orang, Presiden mengangkat anggota sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sejumlah jabatan yang kosong.
Ayat (5) dalam hal kekosongan keanggotaan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menyangkut Ketua, Ketua sementara dipilih dan ditetapkan oleh Presiden.
4. Bahwa pemberlakuan UU Nomor 1 tahun 2015 sejak tanggal 18 Februari 2015.
Sedangkan UU Nomor 19 tahun 2019 telah diberlakukan sejak tanggal 17 Oktober 2019 sehingga sejalan dengan asas lex posteriori derogate lege priori maka UU Nomor 19 tahun 2019 yang berlaku dalam hal pergantian pimpinan KPK karena diberhentikan sementara tidak UU Nomor 1 tahun 2015.
Alasan kedua, di dalam ketentuan Pasal 70 B UU Nomor 19 tahun 2019 telah dinyatakan secara tegas bahwa Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
5. Ketentuan mengenai prosedur pergantian pimpinan KPK yang didasarkan UU Nomor 1 tahun 2015 nyata-nyata bertentangan secara diametral dengan ketentuan yang sama di dalam UU Nomor 19 tahun 2019 sebagaimana diuraikan pada angka 2,3, dan 4 di atas.
Selain daripada hal tersebut terbukti bunyi Bagian Menimbang Huruf c UU Nomor 1 tahun 2015 telah mengandung ketidakbenaran dan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 33A UU Nomor 19 tahun 2019 sehingga dapat dinyatakan cacat demi hukum.
6. Selain alasan tersebut pada angka 5, maka alasan kedua, bahwa pergantian pimpinan KPK dan penunjukkan pimpinan baru KPK hanya dapat dilaksanakan jika jumlah pimpinan KPK berkurang hanya tinggal 3 orang; hal ini bertentangan dengan kenyataan bahwa setelah Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka, pimpinan KPK tersisa 4 (empat) orang.
7. Alasan ketiga, mengikuti prosedur pergantian pimpinan KPK dengan penunjukkan Nawawi Pamolango yang juga pimpinan KPK semasa firli bahuri; selaku pengganti Firli Bahuri maka pimpinan KPK berjumlah 4(empat) orang dan tidak berjumlah 5 (lima) orang sebagaimana telah ditetapkan berdasarkan UU Nomor 30 tahun 2002 dan UU Nomor 19 tahun 2019 yaitu Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas : a. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 (lima) Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi(Pasal 21 (1)).
8. Berdasarkan uraian pada angka 1 s/d 7 di atas dapat disimpulkan bahwa prosedur penunjukkan Nawawi Pomolango untuk menggantikan Firli Bahuri selaku Ketua KPK mengandung cacat hukum sehingga prosedur penunjukkan dimaksud batal demi hukum dan karenanya segala tindakan hukum KPK dalam melakasanakan tugas dan wewenangnya menjadi tidak sah dan batal demi hukum atau dapat dibatalkan.
Demikian pendapat hukum saya.
Baca Juga: Jokowi Tunjuk Nawawi Pomolango Jadi Ketua Sementara KPK Pengganti Firli Bahuri
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.