Oleh: Yasir Nene Ama, Jurnalis Kompas TV
“Kok bisa salah tulis?!... Ini undang-undang loh... Memang bisa dibetulkan?”
Ini yang menjadi pertanyaan publik ketika ditemukan sejumlah salah ketik dalam Undang-Undang Cipta Kerja setelah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
”Ini undang-undang loh... hukum yang mengatur hajat hidup orang banyak."
Pihak Istana mengakui memang ada kesalahan penulisan dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengakui telah terjadi kekeliruan teknis penulisan UU Nomor 11/2020 tersebut. Namun, kekeliruan tersebut sama sekali tidak mengubah apapun substansi dalam UU Cipta Kerja.
“Hari ini kita menemukan kekeliruan teknis penulisan dalam UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja."
"Kekeliruan teknis ini menjadi catatan dan masukan bagi kami untuk terus menyempurnakan kendali kualitas terhadap RUU yang hendak diundangkan agar kesalahan teknis seperti ini tidak terulang lagi,” kata Pratikno, Selasa (3/10/2020).
Sudah mengakui kesalahan, lantas apakah masalah salah ketik ini selesai? Tentu tidak. Harus ada mekanisme hukum yang ditempuh untuk memperbaikinya.
Hal inilah yang saya tanyakan kepada pakar hukum tata negara profesor Yusril Ihza Mahendra. Menurut Yusril, pemerintah dan DPR dapat melakukan rapat guna memperbaiki kesalahan pengetikan tersebut.
“Kalau sudah disepakati dengan kedua belah pihak (DPR dan pemerintah) harus dituangkan lagi dalam bentuk lembaran negara. Sehingga tidak perlu ditandatangani lagi undang-undang oleh Presiden Joko Widodo," ujarnya.
Ditambahkan Yusril, dalam lembaran negara ini dikatakan bahwa ada sedikit perbaikan teknis yang tidak menyangkut substansi dan norma. Oleh karena itu dapat dijadikan sebagai rujukan resmi terhadap undang-undang.
Lain pakar hukum, lain pula tanggapannya soal salah ketik Undang-Undang Cipta Kerja ini.
Pengamat Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyatakan, jika kesalahan dalam UU Cipta Kerja ini mau diubah, maka prosesnya tidak bisa sembarangan.
Pemerintah harus menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terlebih dahulu untuk memberikan kepastian hukum agar pasal-pasal tersebut bisa dilaksanakan.
Lalu Apa Langkah Kemensetneg?
Menindaklanjuti temuan salah ketik, Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) telah lakukan serangkaian pemeriksaan internal dan tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan. Kekeliruan tersebut murni human error.
"Terhadap pejabat yang bertanggung jawab dalam proses penyiapan draf RUU sebelum diajukan kepada Presiden, Kemensetneg juga telah menjatuhkan sanksi disiplin," ujar Asisten Deputi Hubungan Masyarakat Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) Eddy Cahyono Sugiarto dalam keterangan tertulis, Rabu (4/11/2020).
Kalau kata peribahasa “tak ada gading yang tak retak” jadi human error bisa saja terjadi meski sekelas Kemensetneg sekalipun.
Soal usulan penerbitan Perppu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian memastikan pemerintah tak akan mengeluarkan Perppu untuk menindaklanjuti kesalahan pengetikan yang ada di Undang-Undang Cipta Kerja.
"Tak ada ihwal kegentingan memaksa bagi pemerintah untuk menerbitkan Perppu terkait hal ini," ujar Donny, Kamis (5/11/2020) yang dikutip dari Kompas.com.
Menurut Donny, opsi yang paling memungkinkan untuk memperbaiki kesalahan pengetikan ini adalah legislative review.
Menurut dia, terbuka kemungkinan untuk pemerintah dan DPR duduk bersama merevisi UU ini.
Nah, tinggal kita tunggu nih, kapan pemerintah dan DPR duduk bersama untuk merevisi UU ini. Nampaknya usulan dari pakar hukum Yusril Ihza Mahendra yang akan dilaksanakan untuk selesaikan masalah salah ketik ini.
Kapan waktunya? Kalau kata Donny, hingga saat ini belum ada pembicaraan lebih lanjut terkait revisi UU Cipta Kerja karena pemerintah tengah fokus untuk menghadapi gugatan sejumlah pihak terhadap UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kalau kita lihat perjalanan pengesahan undang-undang ini, sejak awal memang sudah mendapat beragam aksi penolakan dari sejumlah kelompok masyarakat. Ditambah lagi, pengesahannya yang terkesan buru-buru hingga adanya salah ketik.
Padahal sudah seharusnya pemerintah lebih berhati-hati dalam menerbitkan undang-undang demi menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintahannya sendiri.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.