DAMASKUS, KOMPAS.TV -Pemerintahan Bashar Al-Assad tumbang setelah berkuasa selama 24 tahun di Suriah usai Damaskus direbut pemberontak pada Minggu (8/12/2024). Pengamat Timur Tengah, Hasibullah Satrawi menilai jatuhnya Assad tidak bisa dilepaskan dari kombinasi faktor eksternal dan internal di Suriah.
Jatuhnya rezim Assad dalam serangan kilat yang berlangsung kurang dari dua pekan mengejutkan berbagai pihak yang mengamati konflik Suriah. Kelompok pemberontak yang dipimpin Hayat Tahrir Al-Sham (HTS) hanya butuh waktu 11 hari usai merebut Aleppo hingga mendepak Assad dari Damaskus.
Baca Juga: Rezim Assad Tumbang, Perwakilan Suriah di Luar Negeri Ramai-Ramai Kibarkan Bendera Revolusi
Hasibullah menyebut jatuhnya rezim Assad dipengaruhi oleh menyurutnya dukungan dari Rusia, Iran, dan Hizbullah belakangan ini. Ketiga kekuatan tersebut disinyalir menjadi alasan Assad mampu bertahan dalam perang saudara yang berkecamuk sejak 2011.
"Sekarang negara-negara ini sedang sibuk dengan perang masing-masing, Hizbullah sibuk mati-matian dibombardir Israel begitu. Bahkan Iran juga harus mengalkulasi dengan cermat konfliknya dengan Israel, karena kalau lanjut bisa merepotkan Iran juga," kata Hasibullah saat dihubungi Kompas TV dari Yogyakarta, Senin (9/12/2024).
"Rusia, kita tahu dia sudah fokus dengan perang di Ukraina. Saya melihat faktor eksternal inilah yang di satu sisi membuat Assad bisa runtuh dalam waktu yang sesingkat-singkatnya."
Lebih lanjut, Hasibullah menyampaikan bahwa Assad juga kurang didukung oleh anasir-anasir pemerintahannya. Presiden yang mewarisi kekuasaan dari ayahnya itu dinilai belum sempat mengonsolidasikan kekuataan saat pemberontak meluncurkan serangan cepat.
Selain itu, militer dan publik Suriah disebut tidak loyal kepada Assad, terutama karena ekonomi yang remuk usai perang saudara satu dekade lebih.
"Assad tidak lagi dapat dukungan dari negara-negara luar, dia juga tidak lagi dapat dukungan dari tentara, mungkin pasukannya sudah tidak loyal lagi karena berbagai keadaan yang telah dialami Suriah," kata Hasibullah.
Bashar Al-Assad sendiri dilaporkan telah kabur ke Rusia dan mendapatkan suaka di negara tersebut. Sedangkan Perdana Menteri Suriah Mohammed Ghazi Al-Jalali tetap di Damaskus untuk memastikan lembaga-lembaga pemerintah tetap berfungsi.
Pemimpin Hayat Tahrir Al-Sham, Abu Mohammed Al-Golani berjanji pihaknya akan menciptakan negara Suriah yang bebas dan menyerukan persatuan. Namun, belum ada kejelasan mengenai bentuk pemerintahan Suriah usai Assad dilengserkan.
Baca Juga: WNI di Suriah Belum Dievakuasi, Kemlu RI Imbau Tetap Waspada: Don’t Take It for Granted
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.