MOSKOW, KOMPAS.TV – Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, dalam pernyataan terbarunya, Kamis (31/10/2024), mengatakan Ukraina saat ini “sangat gelisah” dan ketar-ketir akibat perkembangan yang tidak menguntungkan di garis depan pertempuran.
Menurut Peskov, “situasi di garis depan sudah jelas terlihat; semua pihak di negara kita memahami ini, dan negara-negara Barat juga mencatat bagaimana peristiwa ini berkembang.”
Ia menegaskan, tren saat ini “membuat rezim Kiev sangat cemas.” Menurut dia, inilah alasan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy meminta Amerika Serikat untuk memasok rudal jarak jauh Tomahawk, sebagaimana dilaporkan media Barat.
Peskov menilai dorongan Zelenskyy untuk melegitimasi keterlibatan Barat dalam operasi militer, turut menjadi faktor utama.
“Tampaknya, semua ‘rencana perdamaian’ dan ‘rencana kemenangan’—baik yang dirahasiakan maupun tidak—pada dasarnya adalah upaya Kiev untuk menarik negara-negara Barat lebih dalam ke dalam konflik dan melegitimasi keterlibatan itu,” ujar Peskov.
“Ini adalah tujuan utama dari manuver-manuver ini, dan kami melihatnya seperti itu,” tegasnya.
Kontroversi Permintaan Rudal Tomahawk
Sebelumnya, Zelenskyy mengkritik media Barat atas dugaan pengungkapan informasi rahasia terkait permintaan rudal Tomahawk buatan AS oleh Ukraina.
The New York Times melaporkan, dengan mengutip sumber, bahwa bagian rahasia dari rencana Zelenskyy mencakup permintaan untuk memperoleh rudal jelajah Tomahawk dengan jangkauan sekitar 2.400 km.
Namun, pejabat AS menyebut permintaan ini “sama sekali tidak mungkin diwujudkan.” Selain itu, Zelenskyy gagal meyakinkan Washington untuk mengizinkan serangan ke dalam wilayah Rusia menggunakan senjata buatan Barat.
Baca Juga: Khawatir Tentara Korea Utara Bakal Bantu Rusia Perang di Ukraina, AS Minta China Tekan Kim Jong-Un
Dukungan Militer Barat yang Terus Berlanjut
Berdasarkan perhitungan Institut Kiel untuk Ekonomi Dunia di Jerman, total bantuan militer untuk Kiev dari Februari 2022 hingga Agustus 2024 mencapai sekitar USD123,5 miliar atau sekitar Rp1.943 triliun.
Beberapa negara Barat dilaporkan sudah mulai memasok senjata ke Ukraina sejak tahun 2014, pascakudeta pemerintahan di Kiev.
Bantuan senjata ini meningkat pesat sejak dimulainya operasi militer khusus Rusia di Ukraina pada Februari 2022.
Uni Eropa dan NATO bertindak sebagai koordinator dalam bantuan senjata, baik secara cuma-cuma maupun komersial. Uni Eropa juga berperan sebagai pusat pendanaan dukungan militer.
Pada 2022, Uni Eropa mengalihkan fasilitas European Peace Facility (EPF) untuk memasok senjata ke Ukraina, mengalokasikan 6,1 miliar euro (sekitar Rp101 triliun) untuk mengganti biaya pasokan senjata dari negara-negara anggota Uni Eropa.
Pada Maret 2024, Uni Eropa membentuk Dana Bantuan Ukraina sebesar 5 miliar euro (Rp83 triliun), sehingga dukungan finansialnya mencapai 11,1 miliar euro (Rp184 triliun), selain dana dari masing-masing negara anggota yang melebihi 43,5 miliar euro (sekitar Rp721 triliun).
Uni Eropa juga mendirikan Misi Bantuan Militer Uni Eropa untuk Ukraina (EUMAM Ukraine) pada Oktober 2022 yang telah melatih lebih dari 50.000 tentara Ukraina.
Adapun NATO, sejak Februari 2022, telah mengoordinasikan pengiriman senjata dari negara-negara anggota dan mitra ke Kiev, yang menyumbang 99 persen dari dukungan militer untuk Ukraina.
Pada 2024, para anggota dan sekutu NATO sepakat mengucurkan 40 miliar euro (Rp662 triliun) untuk Kiev pada 2025.
Aliansi tersebut juga mendirikan Misi Bantuan Keamanan dan Pelatihan NATO untuk Ukraina (NSATU) dan terus mendukung penyesuaian struktur militer serta melengkapi tentara Ukraina sesuai standar NATO.
Sejak April 2022, para menteri pertahanan dari lebih dari 40 negara anggota dan non-anggota NATO juga bertemu di Pangkalan Udara Ramstein di Jerman.
Pertemuan yang dinamakan Kelompok Kontak Pertahanan Ukraina atau Ramstein Club ini bertujuan untuk mempercepat proses Ukraina mendapatkan senjata, meningkatkan logistik, serta memastikan koordinasi.
Saat ini lebih dari 50 negara berpartisipasi dalam pertemuan rutin Ramstein.
Baca Juga: Bantuan Militer AS untuk Ukraina Lambat, Jumlah Kasus Desersi Tentara Ukraina Meningkat
Rincian Bantuan Militer oleh Negara Pendonor Utama
Total bantuan militer Barat untuk Kiev hingga Agustus 2024 mencapai USD123,5 miliar atau sekitar Rp1.943 triliun, menurut Institut Kiel.
Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Denmark, Belanda, dan Swedia tercatat sebagai pemberi bantuan terbesar.
Baca Juga: Ukraina Rayu Tentara Korea Utara yang Perang untuk Rusia Menyerah, Ditawari Makanan dan Penampungan
Bantuan Negara-Negara Lain
Selain negara-negara pendonor utama, sejumlah negara lainnya juga memberikan kontribusi yang signifikan dalam bentuk bantuan militer kepada Ukraina:
Pada 31 Oktober 2024, Dewan Keamanan PBB akan menggelar sidang untuk mempertimbangkan masalah pasokan senjata Barat ke Ukraina atas permintaan Rusia.
Sidang ini diprediksi membahas dampak dari dukungan militer Barat terhadap konflik yang berlangsung.
Sumber : TASS
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.