Sebelum Meramanis atau kopi susu gula aren bisa cukup dikenal, Andru menceritakan berbagai tantangan yang dia dan tim hadapi sejak berdiri tahun 2022.
Ia bilang, pada awalnya kopi Indonesia mendapat ‘cap’ kopi berkualitas jelek karena memiliki rasa dan aroma tanah. Ia menduga hal itu disebabkan kesalahan saat pengolahan atau dalam perjalanan ekspor yang tidak sesuai standar.
Andru dan anak-anak muda Indonesia di Kota Köln bertekad mengubah citra kopi Indonesia di Jerman dengan mendirikan kafe dan membuka apa yang mereka sebut ‘klinik kopi’, tempat para barista mengedukasi para pelanggan.
Selain itu, Andru mengimpor sendiri biji kopi hijau langsung dari petani di Indonesia dan memastikan kualitasnya tidak turun hingga ke tujuan. Harapannya, pelan-pelan biji kopi asal Indonesia dikenal dan dapat bersaing dengan kopi Etiopia atau kopi Kolombia.
“Meyakinkan dan mengedukasi pasar sih yang paling berat, kasih tahu kalau kopi Indonesia itu enak, bisa bersaing. Kopi Klinik itu mengedukasi, banyak orang yang duduk dan kami presentasi memperkenalkan kopi Indonesia,” kata Andru.
Dalam perjalannnya, penjualan Meramanis mengalami peningkatan pesat, terutama biji kopi hijau atau green beans yang naik tiga kali lipat atau lebih dari tahun sebelumnya.
Andru berpendapat kopi Indonesia hanya bisa bersaing secara kualitas karena harga sudah mahal dari sumbernya, belum lagi ditambah logistik pengiriman sampai ke Benua Biru.
“Kalau saya bilang secara potensi lebih masuk ke arah niche (target pasar tersegmentasi). Kita harus meyakinkan pasar,” tambahnya.
Kalah dari Vietnam
Kepala Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Kementerian Perdagangan Hamburg Periode 2021-2024, Eka Sumarwanto mengatakan, data Trademap Tahun 2023 menunjukkan Indonesia hanya mengekspor 50.640 ton biji kopi ke Jerman atau 1,1 persen dari total impor 4,5 juta ton.
Indonesia kalah jauh dari Vietnam yang mengekspor 522.879 ton atau sekitar 11 persen dari pangsa pasar Jerman. Padahal, Indonesia merupakan penghasil kopi terbesar ketiga dunia.
Menurut Eka, masalah rasa dan kualitas, kopi Indonesia tidak diragukan pasar Jerman. Namun, soal harga biji kopi Indonesia bisa lebih mahal hingga 40 persen dibandingkan Brasil atau Vietnam.
Sampai ke Negeri Panzer, biji kopi Indonesia bisa mencapai 12 euro, sedangkan kopi Brasil hanya sekitar 7-8 euro. Selain itu, kontinuitas atau berkelanjutan ekspor pun jadi tantangan petani kopi Indonesia.
Ia menyebut acap kali petani dalam negeri tak mampu memenuhi kuota ekspor secara berkelanjutan. Ini yang membuat importir Jerman enggan melanjutkan kerja sama.
“Jadi kami ngobrol sama mereka. ‘Ya, kopi kalian memang bagus, kami sudah tahu kok kopi kalian is the best.’ Tapi dari segi harga sama kontinuitas, mereka menggaris bawah gitu,” jelas Eka.
Selain tantangan yang tengah dihadapi, Indonesia juga dihadapkan dengan regulasi bebas deforestasi atau The European Union on Deforestation-free Regulation (EUDR) yang mengharuskan biji kopi yang dijual ke negara-negara Uni Eropa dinyatakan bersumber dari pertanian berkelanjutan.
Eka khawatir regulasi yang akan diimplementasikan ke komoditas kopi pada awal tahun 2025 ini akan semakin menggerus ekspor Indonesia ke Jerman.
Ia mengakui masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah untuk mempopulerkan kopi Indonesia di Jerman.
Namun, ia percaya, cara terbaik untuk memperkenalkan harum kopi Indonesia adalah lewat kafe dan kopi kekinian.
Saat ini jumlah kafe Indonesia di Jerman baru empat. Kafe-kafe seperti Nua Rasa dan Meramanis diharapkan dapat menjadi tumpuan untuk menyebarkan harum kopi Indonesia agar tak melulu kopi luwak yang dikenal, namun juga Kopi Mandailing, Kopi Malabar, Gayo Aceh, Bajawa Flores, hingga Amungme Gold Papua.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.