KAIRO, KOMPAS TV - Pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) di Sudan melakukan serangan mematikan di Desa Galgani, Provinsi Sennar, yang menewaskan setidaknya 85 orang, termasuk wanita dan anak-anak.
Kekerasan ini menambah daftar panjang kekejaman dalam konflik yang telah menghancurkan negara tersebut selama 18 bulan terakhir.
Serangan RSF dimulai pada akhir Juli 2024 dan mencapai puncaknya pekan lalu ketika para pejuang RSF menyerbu desa tersebut dan menembaki warga sipil yang tidak bersenjata.
Baca Juga: Indonesia Berhasil Evakuasi 926 Warganya dari Sudan di Tengah Konflik
Menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri Sudan, warga desa mencoba melawan setelah RSF berusaha menculik dan melakukan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak di desa tersebut. Lebih dari 150 warga terluka dalam insiden ini.
"Janjaweed berada di jalanan, dan orang-orang tidak bisa mengambil dan menguburkan mayat mereka," kata Mohamed Tajal-Amin, seorang warga desa, mengacu pada istilah yang digunakan untuk milisi Arab yang dikenal dengan genosida dan kejahatan perang di Darfur dua dekade lalu, yang menjadi cikal bakal RSF.
Seorang petugas kesehatan di pusat medis setempat mengungkapkan bahwa pada Jumat, mereka telah menerima setidaknya 80 jenazah, termasuk 24 wanita dan anak-anak.
"RSF kembali dengan ratusan pejuang menggunakan puluhan truk pikap yang dilengkapi senjata otomatis dan senjata berat," ujar petugas yang tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan.
Serangan ini merupakan bagian dari kekejaman yang lebih luas yang dilakukan oleh RSF sejak konflik pecah pada April tahun lalu.
Konflik ini terjadi ketika ketegangan yang telah lama terjadi antara militer Sudan dan RSF akhirnya meledak menjadi pertempuran terbuka di ibu kota Khartoum dan wilayah lainnya.
Pada bulan Juni, RSF juga menyerang ibu kota Provinsi Sennar, Singa, yang berjarak sekitar 350 kilometer dari Khartoum.
Baca Juga: Hampir 100 Orang Tewas usai RSF Serang Desa di Sudan, Warga Minta Dipersenjatai
Mereka menjarah pasar utama kota tersebut dan menguasai rumah sakit utama, memaksa ribuan orang untuk melarikan diri.
Serangan terbaru ini terjadi di tengah upaya diplomatik internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) untuk melanjutkan pembicaraan damai antara militer Sudan dan RSF.
Pembicaraan, yang diboikot oleh militer, dimulai pekan lalu di Swiss. Meskipun RSF mengirim delegasi ke Jenewa, mereka tidak berpartisipasi dalam pertemuan tersebut.
"RSF tetap siap untuk memulai pembicaraan; SAF perlu memutuskan untuk datang," tulis Utusan Khusus AS untuk Sudan, Tom Perriello, di X pada Jumat, menggunakan akronim untuk Angkatan Bersenjata Sudan.
Konflik di Sudan, yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan mendorong negara ini ke ambang kelaparan, telah ditandai dengan kekejaman yang meliputi pemerkosaan massal dan pembunuhan bermotif etnis yang dianggap sebagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan oleh PBB dan kelompok hak asasi manusia internasional.
Krisis kemanusiaan di Sudan semakin memburuk, dengan lebih dari 10,7 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka sejak pertempuran dimulai, menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi.
Lebih dari 2 juta di antaranya telah melarikan diri ke negara-negara tetangga.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.