JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengajar pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus transparan dalam menangani kasus dugaan korupsi Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah.
Hal ini untuk menghindari munculnya dugaan politisasi penegakan hukum oleh KPK terhadap Rohidin karena yang bersangkutan sedang bertarung dalam Pilkada Serentak 2024.
"Jadi saya kira kalau ini sebuah penegakan hukum dan itu selalu terhadap petahana, ada dua sisi, yaitu pro dan kontra. Tapi yang akan menjawab apakah ini ada aspek politik atau tidak, ya, proses penegakan hukum yang terbuka, transparan dan akuntabel," kata Titi dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Selasa (26/11/2024).
Namun, kata Titi, bila itu memang murni proses penegakan hukum, sebaiknya dilanjutkan. Sebab, bila tidak, nantinya masyarakat yang akan dirugikan, yakni mendapatkan pemimpin yang korup.
Baca Juga: Gubernur Bengkulu Jadi Tersangka, KPU Provinsi Pastikan Hal ini di Pilkada Serentak
"Bagaimanapun penegakan hukum yang berkeadilan tidak boleh berhenti hanya karena proses pilkada sedang berlangsung. Justru kalau berhenti, yang dirugikan adalah publik atau warga sendiri," ujarnya.
Ia meminta kepada seluruh pihak untuk membiarkan KPK bekerja terlebih dahulu, sehingga bisa membuktikan bahwa penangkapan Rohidin tidak terkait dengan politik.
"Oleh karena itu yang harus dilakukan semua pihak mengikuti semua proses penegakan hukum. KPK tentu saja harus transparan dan akuntabel dalam setiap prosesnya. Dari sisi hukum pemilu dan hukumnya, kita sudah memiliki instrumennya apa yang harus dilakukan ketika seorang calon menjadi tersangka," kata Titi.
Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar Ahmad Irawan menilai penangkapan Rohidin Mersyah oleh KPK diduga kuat bernuansa politik karena yang bersangkutan tengah bertarung dalam Pilkada 2024.
Diketahui, pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 akan dilaksanakan pada Rabu (27/11/2024). Rohidin ditangkap KPK setelah lembaga antirasuah itu melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Sabtu (23/11/2024).
Baca Juga: Pasca OTT, KPK Segel Ruang Kerja Gubernur dan Sekda Pemprov Bengkulu
"Ikut sertanya Pak Rohidin dalam pemilihan kepala daerah dan waktu penetapan tersangkanya jelang pemungutan suara pada tanggal 27 November 2024 kecenderungannya dan kuat dugaan sebagai upaya politisasi," kata Irawan dalam keterangannya, Senin (25/11/2024).
"Sebagai orang politik, tentu terlintas pikiran dan praduga bahwa penetapan tersangka tersebut untuk membatasi ruang gerak pasangan calon, membangun persepsi calon terindikasi kasus korupsi, melemahkan konsolidasi jelang pemungutan suara dan sebagainya yang ujungnya menghendaki Pak Rohidin kalah," imbuhnya.
Menurut Ahmad, Rohidin merupakan calon kepala daerah yang memiliki elektabilitas tinggi dan berjarak lebar dengan pesaingnya.
"Coba saja cek elektabilitasnya dalam berbagai survey. Sangat jauh. Tentu untuk menahan laju elektabilitas tersebut atau menggagalkannya, berbagai upaya akan dilakukan untuk menggagalkan kemenangannya," ujarnya.
Ia berharap KPK sebagai penegak hukum, akan bersikap adil, bijaksana, dan tidak memihak dalam menyikapi dan dalam masa pemilu seperti sekarang.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.