WASHINGTON, KOMPAS.TV - Serangan balasan yang diperkirakan akan dilancarkan oleh Iran terhadap Israel mungkin dapat ditunda jika Israel dan Hamas berhasil mencapai kesepakatan gencatan senjata dalam perundingan yang dijadwalkan berlangsung pekan ini.
Hal tersebut diungkapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, Selasa (13/8/2024) waktu setempat. Biden menyebut serangan balasan yang dijanjikan bisa ditunda untuk memberikan ruang bagi kemajuan dalam perundingan.
Namun, Hamas mengindikasikan tidak akan menghadiri perundingan tersebut, sementara seorang anggota delegasi Israel meragukan keberhasilan perundingan, kecuali Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperluas mandat tim negosiasinya.
Perundingan untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera dijadwalkan dimulai kembali pada Kamis (15/8/2024) di Mesir atau Qatar.
Para mediator AS menyebut pertemuan tersebut sebagai kesempatan terakhir untuk membebaskan sandera yang ditangkap oleh Hamas pada 7 Oktober lalu, mengakhiri perang yang telah berlangsung selama 10 bulan di Gaza, serta mencegah terjadinya perang regional dengan keterlibatan Iran.
Dalam kunjungannya ke New Orleans pada Selasa, Biden ditanya oleh para wartawan apakah ia berharap Iran akan menunda serangan balasan jika kesepakatan tercapai.
“Itu harapan saya,” jawab Biden dikutip dari Times of Israel.
Meski demikian, Biden juga memperingatkan bahwa mencapai kesepakatan gencatan senjata semakin sulit, sembari menegaskan tekadnya untuk menghentikan konflik ini.
Baca Juga: AS Kembali Jual Senjata Senilai Rp300 Triliun ke Israel, Jet F-15, Rudal dan Amunisi Canggih
“Kita akan lihat apa yang dilakukan Iran dan apa yang terjadi jika ada serangan. Tapi saya tidak akan menyerah,” kata Biden.
Departemen Luar Negeri AS pada Selasa mengatakan bahwa pihaknya bekerja untuk memastikan perwakilan Hamas hadir dalam perundingan mendatang.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Vedant Patel menyebutkan bahwa Doha telah meyakinkan Washington bahwa mereka akan "berupaya agar Hamas diwakili" dalam perundingan tersebut.
Hamas sebelumnya mengeluarkan pernyataan pada Senin (12/8/2024) yang menyatakan bahwa mereka tidak akan menghadiri pertemuan kecuali para mediator berhasil meyakinkan Israel untuk menyetujui proposal terbaru yang diajukan pada awal Juli.
Dalam proposal itu, Hamas mengalah pada tuntutan utama mereka agar Israel berkomitmen pada gencatan senjata permanen. Namun, Israel menanggapi dengan daftar tuntutan yang kemudian ditolak oleh Hamas.
Lokasi pertemuan pada Kamis besok belum diumumkan, tetapi seorang pejabat Arab mengatakan kepada Times of Israel bahwa ekspektasi saat ini adalah pertemuan akan berlangsung di Doha.
Meski ada spekulasi bahwa Hamas mungkin tidak hadir, Patel mengatakan AS “sepenuhnya berharap perundingan ini akan terus berjalan.”
Di tengah upaya untuk merampungkan kesepakatan yang telah lama dinantikan ini, Sekretaris Pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre, mengatakan kepada wartawan di atas Air Force One bahwa Koordinator Timur Tengah Gedung Putih, Brett McGurk, akan melakukan perjalanan ke Kairo dan Doha dalam beberapa hari mendatang, sementara utusan khusus Amos Hochstein akan mengunjungi Lebanon untuk menghindari eskalasi regional lebih lanjut.
Setelah pejabat Iran mengisyaratkan pada Selasa bahwa kesuksesan dalam kesepakatan sandera dapat menahan Iran dari serangan langsung terhadap Israel, Jean-Pierre mengatakan bahwa AS percaya bahwa “mencapai kesepakatan gencatan senjata adalah cara terbaik untuk meredakan ketegangan yang kita lihat.”
Baca Juga: Respons AS atas Penyerbuan Kompleks Masjid Al-Aqsa oleh Ratusan Yahudi Israel
AS telah terlibat dalam upaya diplomatik intensif untuk mencegah Iran melancarkan serangan terhadap Israel atas pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, pada 31 Juli lalu yang dituduhkan pada Israel. Tel Aviv tidak mengonfirmasi atau menyangkal keterlibatannya dalam kematian Haniyeh.
Hizbullah, kelompok yang menjadi proksi kuat Iran di Lebanon, juga berjanji akan membalas kematian komandan militer senior mereka, Fuad Shukr, yang tewas dalam serangan dekat Beirut pada hari yang sama, dalam serangan yang diklaim oleh IDF.
Dengan meningkatnya risiko perang Timur Tengah yang lebih luas, Iran terlibat dalam dialog intensif dengan negara-negara Barat dan AS dalam beberapa hari terakhir untuk mengatur tanggapan mereka.
Beberapa laporan dalam beberapa hari terakhir menunjukkan bahwa Israel percaya Iran bermaksud menyerang sebelum perundingan yang dijadwalkan pada Kamis.
Pernyataan baru-baru ini tampaknya mengisyaratkan bahwa serangan hanya akan terjadi setelah perundingan tersebut, dan hanya jika perundingan gagal menghasilkan hasil yang dianggap cukup oleh Iran.
Salah satu sumber, seorang pejabat senior keamanan Iran, mengatakan Iran dan sekutunya seperti Hizbullah akan melancarkan serangan langsung jika perundingan antara Israel dan Hamas gagal atau jika mereka merasa Israel memperpanjang negosiasi. Sumber-sumber tersebut tidak mengatakan berapa lama Iran akan memberi waktu untuk perundingan sebelum mengambil tindakan.
Kantor PM Benjamin Netanyahu mengumumkan pekan lalu bahwa Israel akan mengirim para negosiatornya ke perundingan pada 15 Agustus untuk menyelesaikan rincian implementasi kerangka kesepakatan, setelah AS, Qatar, dan Mesir mengeluarkan pernyataan bersama yang menuntut agar kesepakatan disegel dan diimplementasikan tanpa penundaan lebih lanjut.
Seorang anggota tim negosiasi mengatakan kepada Channel 12 Israel pada Selasa malam bahwa tidak ada gunanya bepergian ke perundingan jika Netanyahu tidak memperluas mandat timnya.
Parameter yang akan digunakan oleh tim Israel dalam perundingan masih belum diputuskan dan akan ditetapkan dalam pertemuan dengan perdana menteri minggu ini, menurut laporan tersebut.
Baca Juga: 5 Tentara Pria Israel Tersangka Pemerkosa Tawanan Pria Palestina Bebas, Kini Hanya Tahanan Rumah
Awal bulan ini, delegasi Israel memperingatkan Netanyahu bahwa tidak mungkin mencapai kesepakatan dengan tuntutan baru yang diajukan akhir Juli.
Tuntutan tersebut — yang diklaim Netanyahu bukanlah penambahan baru — termasuk ketentuan agar pasukan IDF tetap mengontrol Koridor Philadelphi antara Israel dan Mesir; serta pembatasan tambahan pada pengungsi yang diizinkan kembali ke Gaza utara saat pertempuran dihentikan.
Kantor Netanyahu berulang kali membantah laporan tersebut, dengan bersikeras bahwa perdana menteri tidak mengubah bagian mana pun dari proposal yang disetujui AS pada 27 Mei yang tertunda dalam negosiasi berlarut-larut.
Sebaliknya, kantor Netanyahu mengatakan, ia hanya memberikan "klarifikasi penting" untuk menerapkan kerangka kerja asli.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant pada Selasa malam mengatakan bahwa Israel sedang memantau musuh-musuhnya dengan cermat sambil menunggu potensi serangan.
"Saya menyadari ketegangan dan beban besar yang dihadapi warga Israel. Kami mengikuti apa yang terjadi di Beirut, di Teheran, dan di tempat lain," kata Gallant selama kunjungannya ke pangkalan intelijen IDF di Israel utara.
“Kami terlibat dalam menghilangkan ancaman dan mempersiapkan semua kemungkinan, agar kami dapat menyerang di mana pun kami memutuskan,” tambahnya, menurut pernyataan dari kantornya.
Agensi berita Mehr melaporkan kemudian bahwa Iran mengadakan latihan militer di bagian utara negara itu, tetapi tidak merinci apakah hal itu terkait dengan rencana serangan negara tersebut terhadap Israel.
Beberapa pihak memperkirakan bahwa serangan bisa terjadi pada Senin malam atau Selasa, ketika komunitas Yahudi di Israel dan di seluruh dunia memperingati Tisha B’Av, atau Hari Kesembilan Av, yang dianggap sebagai hari berkabung dan malapetaka dalam kalender Yahudi.
Meskipun pada hari itu tidak terjadi serangan besar, Hamas mencoba menembakkan dua roket ke Tel Aviv untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan, dan pada Selasa malam sekitar 40 roket ditembakkan dari Lebanon ke Israel utara.
Baca Juga: Menteri dan Massa Israel Dukung Hak Memerkosa Tahanan Palestina, Tersangka Sodomi Dibebaskan
Sumber : Times of Israel
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.